Tampilkan postingan dengan label Maret. Tampilkan semua postingan

Membangun Semangat Mujahadah Oleh : Ust. H. Agus Budiantoro, SIP. _*Khutbah Pertama*_ الحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَنْزَلَ السَّكِيْنَةَ عَلَى قُ...

Membangun Semangat Mujahadah Membangun Semangat Mujahadah

Khutbah Jumat

Maret


Membangun Semangat Mujahadah

Oleh : Ust. H. Agus Budiantoro, SIP.

_*Khutbah Pertama*_
الحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَنْزَلَ السَّكِيْنَةَ عَلَى قُلُوْبِ المُؤْمِنِيْنَ، وَجَعَلَ الضِّياَقَ عَلَى قُلُوْبِ الْمُنَافِقِيْنَ وَالْكَافِرِيْنَ.
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ الْمَلِكُ اْلحَقُّ اْلمُبِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَّادِقُ الْوَعْدِ الأَمِيْنِ.
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلمِّ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ المَبْعُوْثِ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَاحَوْلَ وَلَاقُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ اْلعَلِيِّ اْلعَظِيْمِ.
أَمَّا بَعْدُ أَيُّهاَ اْلحَاضِرُوْنَ اْلمُسْلِمُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ. قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِّلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمينَ

_*Hadirin, jama’ah shalat  Jum’at yang dirahmati Allah*_
Marilah kita senantiasa bersyukur kepada Allah ﷺ, dengan ucapan “Alhamdulillahi rabbil ‘alamin”, sebab Dia telah melimpahkan karunia dan rahmat kepada kita semua sehingga masih dalam lindungan, taufiq dan hidayah-Nya. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad ﷺ yang telah membimbing manusia keluar dari kejahiliyahan menuju cahaya ajaran islam yang terang benderang.

Selanjutnya, perkenankan saya selaku khatib mengajak kepada seluruh jamaah untuk selalu berupaya menjaga dan meningkatkan iman dan takwa kepada Allah ﷺ; dengan menunaikan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Hanya dengan takwa yang demikian kita akan mampu menghadapi berbagai persoalan kehidupan yang selalu berubah dan kompleks.


_*Hadirin, jama’ah shalat  Jum’at yang dirahmati Allah*_    

Dalam kehidupan ini kita selalu dihadapkan pada ujian, tantangan atau cobaan hidup. Pada sisi inilah kita harus berusaha mengerahkan segenap kemampuan terbaik, agar cita-cita, tujuan ataupun keinginan yang mulia dapat diraih dengan sebaik-baiknya. Allah berfirman,

وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُواْ فِينَا لَنَهۡدِيَنَّهُمۡ سُبُلَنَاۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ ٦٩

_“Dan orang-orang yang berjuang (jihad) untuk mencari keridhaan Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”_ [QS Al-Ankabut (29):69].

Seorang pribadi yang bertakwa dituntut untuk bersungguh-sungguh, dalam bidang apapun; baik sebagai pedagang, petani, pegawai, buruh ataupun pelajar. Kita jangan melakukan tindakan secara serampangan, asal-asalan atau pun setengah-setengah dalam bekerja agar hasil yang didapatkan maksimal dan memuaskan. Allah berfirman :
 
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُوْلَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ ﴿١٥﴾
_”Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar”._ [QS Al-Hujurat (49):15]

Salah satu jati diri orang yang beriman pada ayat di atas ialah “mujahadah” yang disebut juga dengan “jihad”. Jihad berasal dari kata jahada-yujahidu-mujahadah-jihad, artinya suatu usaha yang sungguh-sungguh dalam urusan dunia ataupun urusan agama (akhirat)  dengan segenap batas maksimal kemampuan yang dimiliki, yang ditandai dengan mengorbankan sesuatu yang bernilai, baik berupa waktu, tenaga, fikiran dan hartanya untuk mendapatkan ridha Allah ﷺ.

_*Hadirin, jama’ah shalat  Jum’at yang dirahmati Allah*_
    Berjihad untuk apa? Jihad dalam rangka memperjuangkan suatu yang baik, mulia dan bermanfaat; dapat merupakan kebutuhan diri pribadi, keluarga, masyarakat, organisasi, maupun bangsa dan negara - yang dilandasi nilai-nilai keimanan.

Dalam kehidupan ini ada empat (4) kelompok potensi (kekuatan) ummat untuk berjuang guna meraih tujuan yang dicita-citakan, yaitu;

1️⃣    *Ulul Albab*, ialah para ulama, ilmuwan (cendekiawan) dan pakar, serta pemimpin ummat dari berbagai organisasi massa dan lembaga swadaya masyarakat lainnya; mereka memberikan nasehat dan pemikirannya untuk perbaikan dan kebaikan  masyarakat ini.

2️⃣    *Ulul Amri*, ialah para pejabat pemerintah dari berbagai unsur instansi dan departemen, baik sipil maupun militer, wakil-wakil rakyat, mereka memberikan dorongan dan kemudahan fasilitas; mulai dari tingkat tertinggi (negara) hingga tingkat paling bawah, yaitu dusun atau bahkan RT.

3️⃣    *Ulul Amwal*, ialah pemilik harta yang dermawan karena mendapat rezeki berlebih dibandingkan yang lain, mereka tampil sebagai pendukung dana dengan membayar zakat, memberikan sedekah (sumbangan), wakaf, hibah atau pun infaq fisabilillah.

4️⃣    *Ulul Anfus*, ialah sukarelawan yang dengan ikhlas menyumbangkan potensi jiwa, fikiran, tenaga dan waktunya untuk bekerja dengan penuh semangat, trampil dan mandiri.

Apabila setiap unsur menjalankan tugas dan perannya dengan benar, maka sesungguhnya masyarakat akan cepat dapat meraih cita-citanya mewujudkan kehidupan yang adil makmur dan sejahtera.


_*Hadirin, jama’ah shalat  Jum’at yang dirahmati Allah*_
Dalam kenyataan sehari-hari, seringkali kita digoda oleh sifat negatif dari hawa nafsu, sehingga tidak menunaikan peran dan tugas itu dengan benar. Nafsu merupakan bagian yang melekat pada setiap makhluk, termasuk manusia. Dengan berbekal nafsu, manusia dapat menjalankan kehidupannya secara wajar untuk hidup di dunia, misal dalam memenuhi kebutuhan penting manusia, seperti makan, minum, tidur, menikah, dan lain sebagainya. Karena itu, secara alamiah nafsu bukanlah hal yang mutlak buruk. Namun demikian, nafsu memiliki kecenderungan untuk menyimpang.

Maka Islam mengajarkan untuk mengendalikan nafsu. Kita tidak diperintahkan untuk menghilangkan atau membunuh nafsu; namun kita harus memegang kuasa penuh mengendalikan atasnya agar selamat dari jebakan dan godaan-godaannya.

Pilihannya hanya ada dua, apakah kita menguasai nafsu atau justru dikuasai oleh nafsu. Dua pilihan ini pula yang menentukan apakah kita akan memperoleh kebahagiaan hakiki atau tidak. Imam al-Ghazali mengatakan dalam kitab Ihya’ ‘Ulumiddin:

السَّعَادَةُ كُلُّهَا فِي أَنْ يَمْلِكَ الرَّجُلُ نَفْسَهُ وَالشَّــقَــاوَةُ فِي أَنْ تَمْـلِـكَـــهُ نَفْـسُــــهُ

_“Kebahagiaan adalah ketika seseorang mampu menguasai nafsunya. Kesengsaraan adalah saat seseorang dikuasai nafsunya.”_

_*Hadirin, jama’ah shalat  Jum’at yang dirahmati Allah*_
Tentu saja, usaha mengendalikan nafsu ini bukan pekerjaan yang mudah. Karakter nafsu yang tak tampak dan seringkali membawa efek kenikmatan menjadikannya sebagai musuh paling sulit untuk diperangi. Rasulullah sendiri mengistilahkan ikhtiar pengendalian nafsu ini dengan “jihad”, yakni jihâdun nafsi. Sepulang dari perang Badar, Nabi ﷺ bersabda,

رَجَعْتُمْ مِنَ اْلجِهَادِ اْلأَصْغَرِ إِلَى الجِهَادِ الأَكْبَرِ فَقِيْلَ وَمَا جِهَادُ الأَكْبَر يَا رَسُوْلَ الله؟ فَقَالَ جِهَادُ النَّفْسِ

_“Kalian semua pulang dari sebuah pertempuran kecil dan bakal menghadapi pertempuran yang lebih besar. Lalu ditanyakan kepada Rasulullah ﷺ, ‘Apakah pertempuran akbar itu, wahai Rasulullah?’ Rasul menjawab, ‘jihad (memerangi) hawa nafsu’._ [HR Al-Baihaqi]  

Nafsu menjadi musuh paling berat dan berbahaya karena yang dihadapi adalah diri sendiri. Ia menyelinap ke dalam diri hamba yang lalai, lalu memunculkan perilaku-perilaku tercela, seperti ujub, pamer, iri, meremehkan orang lain, dusta, khianat, memakan penghasilan haram, dan seterusnya. Lantas, bagaimana cara efektif yang bisa kita ikhtiarkan untuk jihâdun nafsi, jihad mengendalikan nafsu ini?

Abu Sulaiman Ad-Daroni juga berkata, "Kunci dunia adalah kenyang dan kunci akhirat adalah lapar." Syaikh Abdul Wahhab asy-Sya’rani dalam kitab al-Minahus Saniyyah menjelaskan bahwa maksud dari perkataan ini adalah: Allah memberikan ilmu dan kebijaksanaan (hikmah) pada orang-orang yang berpuasa dan menjadikan kebodohan dan tindak kemaksiatan pada mereka yang selalu kenyang dan mengumbar keserakahan.

Makan kenyang dan nafsu adalah dua komponen yang saling mendukung. Terkait hal ini, menurut Syaikh Abdul Wahhab asy-Sya’rani, *hal pertama* yang penting dilakukan untuk mengendalikan hawa nafsu adalah  melalui puasa. Secara luas, berpuasa juga bisa dimaknai menahan diri dari berbagai keinginan-keinginan yang tak terlalu penting. Meskipun halal, mencegah diri—misalnya—dari keinginan baju baru atau barang lain yang lebih mewah dari yang sudah ada termasuk cara kita untuk menguasai nafsu.

Contoh lainnya: menyisihkan harta untuk membantu orang lain yang lebih membutuhkan daripada untuk membeli perhiasan, dan sejenisnya. Sikap-sikap seperti ini dalam jangka panjang akan menjauhkan hati manusia dari sikap tamak, individualis, egois, dan lain sebagainya.

_*Hadirin, jama’ah shalat  Jum’at yang dirahmati Allah*_
*Cara kedua* untuk menundukkan hawa nafsu sebagaimana tertuang dalam al-Minahus Saniyyah adalah mengurangi tidur. Ini bukan berarti kita begadang dengan ragam kegiatan yang mubazir. Tidur, sebagaimana juga makanan, bisa menjadi sumber yang menutup kejernihan kita dalam menerima cahaya Tuhan. Mengurangi tidur maksudnya adalah dengan giat bangun menunaikan shalat malam, memperbanyak dzikir, serta bermunajat kepada Allah, dan kegiatan ibadah lainnya. Rasulullah ﷺ bersabda:

عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ ، فَإِنَّهُ دَأْبُ الصَّالِحِينَ قَبْلَكُمْ ، وَهُوَ قُرْبَةٌ إِلَى رَبِّكُمْ ، وَمَكْفَرَةٌ لِلسَّيِّئَاتِ ، وَمَنْهَاةٌ لِلإِثْمِ

_“Laksanakanlah qiyamul lail (shalat malam) karena ia merupakan kebiasaan orang-orang saleh sebelum kalian, mendekatkan kepada Rabb kalian, menghapus dosa-dosa kalian, dan menjauhkan kalian dari berbuat dosa.”_ (HR at-Tirmidzi)

Bisa dikatakan, nafsu ibarat hewan beringas dan nakal. Untuk menjinakkannya, maka harus menjadikan hewan itu lapar dan payah – yang hal itu merupakan pilihan strategi yang efektif. Selama proses penundukan itu, nafsu mesti disibukkan dengan hal-hal positif agar semakin jinak dan tidak buas. Untuk menjernihkan rohani, Syaikh Abu Hasan Al-Azzaz rahimahullah pernah mengingatkan tiga hal, yakni 1) tidak makan kecuali di waktu lapar, 2) tidak tidur kecuali mengantuk, dan 3) tidak berbicara kecuali bila memang perlu.

Kekayaan, makanan, dan tidur adalah tiga hal yang sangat akrab dengan keseharian kita. Saking akrabnya kadang kita tak merasakan ada masalah dalam tiga hal ini. Padahal—karena status hukumnya yang mubah—kerap kali kita mengumbar begitu saja keinginan-keinginan kita hingga terlena bahwa apa yang kita lakukan sama seperti menumpuk-numpuk kabut pekat dalam hati kita. Lama-lama kalbu kita pun semakin gelap, sehingga mudah sekali dikuasai nafsu buruk.
Kebahagiaan akan datang, bila kita berjihad dengan penuh kesungguhan. Allah swt berfirman :

وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِّلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمينَ

_“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim”_ [Qs. Al-Hajj (22): 78]

Semoga kita dikaruniai kekuatan untuk senantiasa menjaga semangat mujahadah, tidak mudah terbuai dengan kenikmatan yang fana, sadar akan kewajiban sebagai hamba, dan kelak meraih kebahagiaan hakiki berjumpa dengan Allah ﷺ. Âmîn.
 بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

_*Khutbah Kedua*_
الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِهِ وَ اَصْحَابِهِ وَ سَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا
اَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ الله اِتَّقُوْا الله وَ اعْلَمُوْا اَنَّ الله يُحِبُّ مَكَارِمَ الْأُمُوْرِ وَ يَكْرَهُ سَفَاسِفَهَا يُحِبُّ مِنْ عِبَادِهِ اَنْ يَّكُوْنُوْا فِى تَكْمِيْلِ اِسْلَامِهِ وَ اِيْمَانِهِ وَ اِنَّهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْفَاسِقِيْنَ.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَ بَارِكْ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ وَ سَلَّمْتَ وَ بَارَكْتَ عَلَى سيدنا اِبْرَاهِيْمَ وَ عَلَى اَلِ سيدنا اِبْرَاهِيْمَ فِى الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ وَ الْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَ الْأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ وَ قَاضِيَ الْحَاجَاتِ.
اَللَّهُمَّ رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْهَدَيْتَنَا وَ هَبْلَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً اِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماً
رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِى الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ
عِبَادَ الله! اِنَّ الله يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَ الْإِحْسَانِ وَ اِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَ يَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَ الْمُنْكَرِ وَ الْبَغْىِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَّكَّرُوْنَ فَاذْكُرُوْا الله الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَ اشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَ لَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرُ وَ اللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ

Menanamkan Sikap Hidup Sederhana Oleh: Ust. Asrofi, S.Ag., MSI. Khutbah Pertama إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْت...

Menanamkan Sikap Hidup Sederhana Menanamkan Sikap Hidup Sederhana

Khutbah Jumat

Maret


Menanamkan Sikap Hidup Sederhana

Oleh: Ust. Asrofi, S.Ag., MSI.


Khutbah Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ.

وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الَّدِيْنِ

أَمَّا بَعدُ. فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوصِيكُم وَإِيَّايَ بِتَقوَى اللهِ. فَقَد فَازَ المُتَّقُونَ.

قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًاأَمَّا بَعْد.


_*Ma'asyiral muslimin rahimakumullah*_

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan banyak nikmatnya bagi kita semua. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah bagi Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarga para sahabat dan seluruh umatnya.


Dalam kesempatan khutbah ini pertama kali khatib mengajak kepada para jama’ah semua, marilah kita tingkatkan iman dan takwa kepada Allah, yakni dengan meningkatkan berbagai amal shaleh sebagaimana yang diperintah-Nya, serta berusaha menjauhkan diri dari cengkeraman nafsu syaithaniyah sebagaimana yang dilarang Allah Swt.

Di dalam menghadapi kehidupan dengan berbagai persoalannya kita hendaklah berpegang pada ajaran-ajaran agama yang memang benar-benar telah disediakan untuk membentengi hati dan akidah kita dari kesesatan. Kita hendaknya menyadari pula bahwa harta benda, kedudukan dan kesempatan yang kita miliki semua ini adalah amanat dari Allah yang wajib kita pelihara dan kita tunaikan.


Sehingga dengan kesadaran inilah kita tidak terpukau oleh kemewahan dunia, sebaliknya kita akan selalu mensyukurinya. Syukur dalam artian yang benar, yakni dapat menggunakan kenikmatan-kenikmatan itu pada tempatnya sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah Swt.


_*Ma'asyiral muslimin rahimakumullah*_

Pengaruh rasa syukur inilah yang menumbuhkan sikap jiwa yang tenang, tidak serakah, suka hidup bersahaja dan sederhana. Itulah sikap hidup muslim yang baik. Firman Allah Swt:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ إِن كُنتُنَّ تُرِدْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا فَتَعَالَيْنَ أُمَتِّعْكُنَّ وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحاً جَمِيلاً ﴿٢٨﴾

_"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu: "Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut'ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik"._ (QS. Al-Ahzab: 28)


Berdasarkan ayat ini maka jelaslah bahwa pola hidup sederhana merupakan anjuran dalam Islam, sehingga suatu perceraian suami istri dapat terjadi karena sang istri terlalu menuntut kemewahan dalam hidup.


Semasa hidupnya, Nabi Muhammad SAW senantiasa menerapkan pola hidup yang sederhana. Mulai dari cara memenuhi kebutuhan harian, cara berpakaian, hingga tempat tidur nabi SAW. Disebutkan dalam sebuah hadits at-Tirmidzi, Rasulullah SAW tidak pernah memiliki banyak makanan dalam kesehariannya kecuali saat menjamu tamu. Dari Malik bin Dinar ra. dia berkata:


مَا شَبِعَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مِنْ خُبْزٍ قَطُّ وَلاَ لَحْمٍ إِلاَّ عَلَى ضَفَفٍ

_"Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam tidak pernah merasakan kenyang karena makan roti atau kenyang karena makan daging, kecuali jika sedang menjamu tamu (maka beliau makan sampai kenyang)"_ (HR. Tirmidzi)


Bahkan, Rasulullah SAW dalam doanya meminta rezeki kepada Allah SWT sesuai kebutuhan pokok secukupnya saja. Diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah SAW berdoa yang bunyinya sebagai berikut:

اللَّهُمَّ اجْعَلْ رِزْقَ آلِ مُحَمَّدٍ قُوتًا

_"Ya Allah, jadikan rezeki keluarga Muhammad berupa makanan yang secukupnya"_ (HR. Muslim)

Dua hadits tersebut memperkuat gambaran kesederhanaan kehidupan yang dijalani Rasulullah SAW.


_*Ma'asyiral muslimin rahimakumullah*_

Pola hidup yang paling baik adalah hidup sederhana. Sedang hidup mewah dan serba berkelebihan maupun hidup miskin yang serba kekurangan, keduanya mengandung keburukan yang merugikan manusia.


Hidup dalam kemewahan dan serba berkelebihan akan mengakibatkan hal-hal sebagai berikut:

Berkurangnya rasa syukur kepada Allah SWT., karena apabila sudah biasa hidup mewah akan meremehkan yang menurut anggapannya kurang berarti. Kemewahan mudah menuju ke arah pemborosan harta. Hidup mewah cenderung ke arah penghamburan harta yang tak ada nilai sosialnya sama sekali. Kemewahan cenderung dapat menumpulkan perasaan, artinya perasaan menjadi tidak peka terhadap kepentingan orang lain, karena orang yang hidup mewah biasanya suka mementingkan dirinya saja.


Kemewahan dapat menuju ke arah kesombongan yang tidak disukai Allah dan dibenci sesama manusia. Orang yang biasa hidup mewah tidak akan tahan mengalami hidup menderita kemiskinan walaupun sekejap.


Sebaliknya hidup yang miskin dan serba kekurangan mengandung dampak negatif yang tidak kurang pula bahayanya, terutama akan mengganggu ketenangan jiwa. Di antara akibat buruk dari kemiskinan adalah sebagai berikut:


Kemiskinan dapat menimbulkan frustasi dan sikap apatis. Keinginan dan kebutuhan orang miskin yang tak kunjung terpenuhi menimbulkan kekecewaan. Dan kekecewaan yang terus menerus merupakan suatu frustasi dalam hidup, yang akhirnya dapat melemahkan semangat bekerja dan bersikap apatis.


Kemiskinan dapat menimbulkan rasa iri hati terhadap orang lain yang kaya. Iri hati biasanya diikuti dengan perasaan benci, dan baik iri hati maupun benci keduanya akan mengganggu ketenangan jiwa. Kemiskinan dapat mendekatkan manusia kepada kekafiran, sebagaimana hadits riwayat Abu Nu’aim, Rasulullah Saw bersabda:

كَادَ اْلفَقْرُ أَنْ يَكُوْنَ كُفْرًا

_"Kefakiran itu hampir dekat kepada kekafiran"_

Dengan demikian maka jelaslah bahwa hidup yang paling baik adalah hidup sederhana, yaitu hidup yang tidak berlebih-lebihan dan tidak bermewah-mewahan sekalipun orang kaya.


_*Ma'asyiral muslimin rahimakumullah*_

Ajaran Islam memberi petunjuk agar kita hidup sederhana dalam segala hal, baik ucapan, berpakaian dan sederhana dalam sikap dan perilaku. Allah Swt berfirman:

وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِن صَوْتِكَ إِنَّ أَنكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ ﴿١٩﴾

_"Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan, dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruknya suara ialah suara keledai"._ (QS. Luqman: 19)

Pada ayat di atas Allah Swt memberikan tuntunan bagaimana caranya melangkah dan bersuara, karena kedua perbuatan itu paling nampak dan paling menonjol. Namun kiranya maksud ayat tersebut tidak terbatas pada langkah dan suara secara lahir, tapi juga dalam arti yang luas. Dalam segala hal hendaknya kita bersikap wajar, tidak berlebihan.

Kepada orang yang kaya diperintahkan dermawan, suka menolong dan mengasihi yang miskin. Kepada yang miskin diperintahkan agar mau bekerja keras dan sabar. Baik kepada yang kaya maupun kepada yang miskin, agama tetap menganjurkan agar hidup sederhana dan hemat.


Bagi yang kaya, hidup sederhana dan hemat adalah untuk menghindarkan sifat boros dan untuk menolong yang membutuhkan serta untuk menenggang hidup orang miskin yang serba kurang. Bagi yang miskin hidup sederhana dan hemat adalah untuk modal awal dalam upaya merubah nasibnya. Apabila yang kaya hidup mewah dan berfoya-foya, maka mereka tidak akan mampu merasakan pahit getirnya hidup miskin. Lama kelamaan orang miskin merasa benci dan muak melihat tingkah laku yang kaya, sehingga akibatnya masyarakat tidak stabil.


Oleh karena itu melalui mimbar ini kami mengajak kepada kita yang diberi nikmat harta kekayaan, agar mau menyisihkan sebagian dari kekayaannya untuk membantu fakir miskin yang membutuhkan juga kegiatan sosial lainnya. Sebab pada dasarnya menafkahkan harta untuk kepentingan agama Allah adalah sama halnya dengan melipatgandakan hartanya sendiri.


Orang yang menyalurkan hartanya kepada orang yang membutuhkan termasuk orang-orang yang baik. Adapun menurut Al Quran, tepatnya surat Al Furqan ayat 67, hidup sederhana adalah di antara tidak berlebihan dan tidak terlalu pelit.

وَالَّذِينَ إِذَا أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَاماً ﴿٦٧﴾

_"Dan orang-orang yang baik adalah apabila menyalurkan (hartanya), maka ia tidak tidak berlebihan dan tidak terlalu pelit. Dan adalah (pembelanjaan itu) di antara kedua itulah yang baik."_ (QS. Al Furqan: 67)

Dan sudah menjadi sunnah Allah barangsiapa menanam kebaikan tentu akan menuai kebaikan, dan sebaliknya siapa yang menanam keburukan tentu akan mendapat hasilnya berupa kerugian. Sebagaimana firman Allah Swt:

وَمَا تُنفِقُواْ مِنْ خَيْرٍ فَلأنفُسِكُمْ

_"Dan harta yang kamu sumbangkan adalah untuk dirimu sendiri"._ (QS. Al Baqarah: 272)


Ma'asyiral muslimin rahimakumullah

Jadi jelaslah bahwa hidup sederhana adalah merupakan salah satu sifat kepribadian yang terpuji. Sifat ini harus dimiliki oleh setiap orang Islam. Sebaliknya, tidak bersifat sombong dan angkuh, karena sifat-sifat tercela tersebut adalah amalan setan, yang akan meluncurkan derajat manusia lebih rendah dari binatang.

أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ اللَّهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَن يَشَاءُ وَيَقْدِرُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ ﴿٣٧﴾

_"Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah melapangkan rizki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan (rizki) itu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang beriman"._ (QS. Ar Ruum: 37)


Demikian khutbah pada siang ini, semoga Allah SWT memberikann bimbingan dan ketetapan hati kita untuk dapat menerapkan sikap hidup sederhana, dan sehingga kita dapat menemukan makna hidup dan kebahagiaan sejati. A-miin

بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ


_*Khutbah Kedua*_

اَلْحَمْدُ لله حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا اَمَرَ

اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ اِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ وَ كَفَرَ. وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ وَ حَبِيْبُهُ وَ خَلِيْلُهُ سَيِّدُ الْإِنْسِ وَ الْبَشَرِ.

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِهِ وَ اَصْحَابِهِ وَ سَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا

اَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ الله اِتَّقُوْا الله وَ اعْلَمُوْا اَنَّ الله يُحِبُّ مَكَارِمَ الْأُمُوْرِ وَ يَكْرَهُ سَفَاسِفَهَا يُحِبُّ مِنْ عِبَادِهِ اَنْ يَّكُوْنُوْا فِى تَكْمِيْلِ اِسْلَامِهِ وَ اِيْمَانِهِ وَ اِنَّهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْفَاسِقِيْنَ.

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَ بَارِكْ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ وَ سَلَّمْتَ وَ بَارَكْتَ عَلَى سيدنا اِبْرَاهِيْمَ وَ عَلَى اَلِ سيدنا اِبْرَاهِيْمَ فِى الْعَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ وَ الْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَ الْأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ وَ قَاضِيَ الْحَاجَاتِ.

اَللَّهُمَّ رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْهَدَيْتَنَا وَ هَبْلَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً اِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ. رَبَّنَا لَا تَجْعَلْ فِى قُلُوْبَنَا غِلًّا لِلَّذِيْنَ اَمَنُوْا رَبَّنَا اِنَّكَ رَؤُوْفٌ رَّحِيْمٌ.

رَبَّنَا هَبْلَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَ ذُرِّيَّتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَ اجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا. رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَ فِى الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عِبَادَ الله! اِنَّ الله يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَ الْإِحْسَانِ وَ اِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَ يَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَ الْمُنْكَرِ وَ الْبَغْىِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَّكَّرُوْنَ فَاذْكُرُوْا الله الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَ اشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَ لَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرُ وَ اللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ



Ramadhan: Nggladhi Kasampurnaning Ngibadah Dening : Ust. Hisyam Muhadi Khutbah I اَلْحَمْدُ لِلّهِ الَذِى أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِ...

Ramadhan: Nggladhi Kasampurnaning Ngibadah  Ramadhan: Nggladhi Kasampurnaning Ngibadah

Khutbah Jumat

Maret


Ramadhan: Nggladhi Kasampurnaning Ngibadah
Dening : Ust. Hisyam Muhadi

Khutbah I
اَلْحَمْدُ لِلّهِ الَذِى أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيداً
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ.
اللّهُمَّ صَلي وِسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ سَيِّدِنَا مُحَمّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدّيْنِ
عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ.
يا ايُّهَا الّذِيْنَ امَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلّكُمْ تَتَّقُوْنَ

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.
Saderengipun mlebet ing wulan Ramadhan, sanget sae menawi kita emut malih ing makanipunn “ngibadah”, amrih kita sampun ngantos klentu ing panampi (salah paham) lan akhiripun klentu ugi anggenipun ngamal tumindak.

Ngibadah minangka satungaling  sipatipun toying iman, sebab menika minangka tujuanipun umat manungsa diun cipta. Allah paring pangendikan :

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ ﴿٥٦﴾
”Lan Ingsun Allah ora nyiptabangsa jin lan manungsa kejaba supaya ngibadah (ngumawula)” (QS Al Dzariyat : 56).

Midherek fatwanipun Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, ngibadah dipun maknani minangka sedaya perkawis ingkang pikantuk ridho saking Allah Swt, inggih ingkang awujud ucapan lan tuminndaking lahir utawi batos. Ngibadah mboten namung ingkang awujud amalan ritual, nanging ugi amal tumindak ingkang tebanipun wiyar.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.
Saking paparan menika saget dipun mangertosi bilih ngibadah mboten namung mligi wujudipun shalat, puuasa lan haji lan sanesipun. Nanging nyakup ing sawernaning lampah gesang umat manungsa, wiwit saking perkawis ekonomi, sosial, politik, budaya lan sanesipun.

Malah linangkung saking perkawis kasebat, ing piwucal Islam sedaya amalan mubah kados dene: dhahar, ngunjuk, tilem, rekreasi (piknik) lan sanesipun – menika saget miangka amal ngibadah yen dipun niyataken pados ridhanipun Allah Swt., lan mboten dipun sartani lampah munkar. Kanthi nglebetaken sedaya perkawis betahing gesang minangka ngibadah, pramila saben tiyang muslim saget ndadosaken sedaya lampah tumindakipun ing gesang minangka ngibadah dhumateng Allah swt. Kadosdene tuntunan doa ingkang dipun ajaraken ing al-Qur’an:

قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿١٦٢﴾
”Kandhakno, Saestunipun shalat kawula, ibadah kawula, gesang lan pejah kawula namung kangge (pados ridhonipun ) Allah Dzat Penguwaosipun jagat alam raya “ (QS Al An’am : 162)

Kanthi mekaten, pramila predikat “ahli ibadah” saget dipun gayuh dening sedaya tiyang muslim saking profesi menapa kemawon lan sedaya lapisan masyarakat,. Mboten mligi namung tumrap para kyai utawi santri ingkang sregep ngaji lan shalat tahajud. Nanging saget dipun gayuh dening rakyat biasa utawi pejabat, winasis (ilmuwan) utawi ustadz, kasepuhan utawi kaneman, pria utawi wanita, malah ugi tumrap tyang sugih utawi mlarat, lan sanesipun.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.
Kadang kita pinanggih wonten tiyang ingkang ngucap: eling, sasi puasa – ojo ngomong goroh ! Pitakonan ingkang saget tuewuh inggih menika:

Menapa yen kita mboten ing wulan puasa kepareng ngucap goroh (ngapusi) ?

Lajeng kados pundi amal tumindak sanes, kados: sinau, nyambut damel, pesrawungan lan sanesipun? Menapa kepareng dipun lampahi kanthi cara menapa kemawon (kalebet goroh) lan ingkang penitng saget kasil?

Salah paham ing perkawis maknaning ngibadah kanthi namung winates ing babagan “ibadah ritual” mawon kados dene salat lan puasa bakal njalari “karugen ing dhiri pribadhi”. Sebab piyambakipun mbten bakal nggadhahi penggalihan (karep) bilih sedaya tindak lampah ing gesangipun menika kangge sarana ngibadah dhumateng Allah swt.

Dene ing perkawis sanes, maknani ngibadah namung ing “ibadah ritual” kemawon, bakal ndadosaken ‘pemisahan’ piwucal agami saking perkawis ekonomi, politik, sosial, budaya lan sanesipun ing salebeting gesang padintenan. Sahingga bakal wonten panganggep, bilih perkawis menika mboten mbetahaken tuntunan piwucaling agami, kamangka Islam ngatur sedaya perkawis gesang kita umat manungsa.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.
Ampun salah paham ! ngibadah mbten namung ingkang sipat ritual. Nalika kita buka puasa, sampun ngantos dados tiyiag ingkang ketingal ‘balas dendam’ kanthi ngumbar  hawa nepsu dhahar, kados-kados sedaya wujuding dhahar unjukan bakal dipun ‘untal malang’.

Ampun salah paham. Nalika kita buka puasa, kados kita lajeng kepareng ngucap goroh, ngrasani tiyang, utawi tumindak munkar sanesipun ..

Lan ampun ngatos salah paham ! Sasampuni nglampahi ibadah wulan Ramadhan kados-kados kita lajeng bebas tumindak menapa kemawon, jalaran sampun rumaos saget uwal saking belenggu kunjaraning puasa.

Kados pundi akibatipun yen salah paham?
Sampun ngatos gumun, yen kita nyekseni kathah kasus ingkang ndamel raos prihatin, wonten tiyang ingkang samoun sregep ngbadah salat, puasa, lan sampun  tindak haji malah langkug kaping sepisan, nanging yen dipun sawang ing lampah gesang padintenanipun minangka pribadhi jebul taksih tebih saking paugeran piwucal agami.

Menawi salah paham ing makna ngibadah, pramila tiyang muslim ugi anggenipun srawung kaliyan tangga tepaih lan kanca makarya, bakal tumindak kasar. Saben srawung dhumateng sedherek muslim sanes ketingal umuk, takabur, malah mboten ketingal raos asih tresna, kongas, linangkug menawi ngadhepi sedherek sanes ingkang mboten sepaham (aliran / madhzab ipun). Anehipun, malah ketingal asih tresna, kurmat lan kepara ajrih dhumateng  tiyang-tiyang kafir.

Nalika pados rejeki, kadang ngalalaken sedaya cara, mboten peduli kanthi cara halal utawi haram. Ing perkawis politik, mboten wonten kaperdulen kagem nampi ‘aspirasi’ utawi kepentinganipun umat Islam ingkang samesthinipun minangka kewajibanipun tiiyang muslim; nanging justru ndadosaken tiyang non muslim ingkang dipun anut lan dipun dhereki.

Wonten ugi tiyang epuh ingkang ketingal mboten remen menawi putrranipun kepengin ngamalaken piwucal agami amrih langkung sae lan leres. Bab menika bakal ndadosaken lare anem (generasi muda) nggadhahi sipat ringkih lan mboten nggadhahi bobot. Piyambakipun asring tumindak luweh-luweh nalika wonten lampah munkar ingkang dumados ing mawerni-werni sarana (media), ingkang tansaya dinten tambah ndodro.

Masyarakat rumaos sampun marem kanthi nindakaken salat lan puasa. Kados-kados ngibadah menika cekap ing salebeting masjid kemawon. Dene ing sa-njawining masjid, pasar, kantor, media massa, “ibadah” mboten perlu dipun paring papan panggenan; malah  kadhangkala dados pendukung lampah munkar.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.
Ibadah puasa pancen saget paring ‘efek’ (pengaruh) ingkang sanget agung. Nalika kita puasa, wiwit saking fajar  shubuh dumugi wekdal magrib, pramila sedaya amal tumindak kita kados dene dipun ayomi deining amalan puasa.

Tiyang puasa inggih tetep kedah nindak-aken wajibing gesang padintenan, nyekapi betahing pribadhi lan  kulawarga, nyambut damel utawi sinau, sarta srawung ing satengahing masyarakat. Dene ing sela-selaning wekdal menika dipun sisipi shalat fardhu. Lan sedanipun dipun tindakaken ing salebeting suwasana bathin ingkang paling sae, inggih menika puasa, meper hawa nepsu.

Ramadhan saget ngubah tindak lampahing masyarakat sawara wetah. Sedaya masjid, mushola lan sarana pangibadahan ingkang saderengipun sepi, bakal dados rame (gayeng), kebak lan ubur kanthi sawernaning amalan ibadah ramadhan.

Kathah amalan ing ramadhan karacik ing  sadhengah papan pangibadah. Wonten shalat taraweh kanthi jamaah saben dinten, kamangka sanes wajib. Wonten maos Al-Qur’an dumugi sewulan khatam. Wonten majelis taklim saben taraweh, kuliah shubuh lan nyrantos buka puasa. Saget dipun bayangaken, ..  saben dinten wonten tiga (3) majelis taklim, pengaosan  utawi ceramah agami, utawi kuliah tujuh menit, ateges ing sewulan wonten kaping 90 majelis taklim. Ramadhan pancen luar biasa lan istimewa !  

Nanging kita kedah emut, bilih menika nembe ngibadah saking werni setunggal (inggih ibadah ritual). Pramila prayogi saget kita dadosaken ramadhan taun menika minangka momentum miwiti totalitas pangibadhan kita. Sedaya amal tumindak kita kaniyataken saestu kangge ngibadah.

Sumanga kita lumebet ing wulan ramadhan kanthi sedaya gmblenging tekad kangge ngamal ing sedayaning lampah gesang kita. Malah, monggo kita niyataken sarampungipun ramadhan mangke kita bakal nglajengaken pakulinan sae menika ing wulan-wulan candhakpiun.

اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِى رَجَبَ وَ شَعْبَانَ وَ بَلِغْنَا رَمَضَانَ
“Dhuh Allah, mugi paring berkah dhumateng kula ing wulan Rajab lan Sya’ban, lan kadumugek-na kula saget manggihi wulan Ramadhan.”

Mekaten khutbah siang menika mugi manfaat.

بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ

Khutbah II

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمِّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
أَمَّا بَعْدُ؛ عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، فَاتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ، وَعَنْ أَزْوَاجِهِ أُمَّهَاتِ المُؤْمِنِيْنَ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنْ المُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ.
اللَّهُمَّ اجْعَلْ جَمْعَنَا هَذَا جَمْعاً مَرْحُوْماً، وَاجْعَلْ تَفَرُّقَنَا مِنْ بَعْدِهِ تَفَرُّقاً مَعْصُوْماً، وَلا تَدَعْ فِيْنَا وَلا مَعَنَا شَقِيًّا وَلا مَحْرُوْماً.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيننَا اَلَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَا نَا اَلَّتِي فِيهَا مَعَاشنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا اَلَّتِي إِلَيْهَا مَعَادنَا وَاجْعَلْ اَلْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلْ اَلْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ.  
اَللَّهُمَّ سَلِّمْنـِي إِلَى رَمَضَانَ وَسَلِّمْ لِـي رَمَضَانَ وَتَسَلَّمْهُ مِنِي مُتَقَبَّلاً
رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

RAMADHAN: WULAN TARBIYAH Dening : Ust. Abdul Hakim, Lc Khutbah I   اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِي جَعَلَ رَمَضَانَ شَهْرًا مُبَارَكًا، وَفَرَضَ عَ...

RAMADHAN: WULAN TARBIYAH RAMADHAN: WULAN TARBIYAH

Khutbah Jumat

Maret


RAMADHAN: WULAN TARBIYAH
Dening : Ust. Abdul Hakim, Lc

Khutbah I
 
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِي جَعَلَ رَمَضَانَ شَهْرًا مُبَارَكًا، وَفَرَضَ عَلَيْنَا الصِّيَامَ لِأَجْلِ التَّقْوٰى.  أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ .
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مَحَمَّدِنِ الْمُجْتَبٰى، وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ التُّقٰى وَالْوَفٰى.
أَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Jama’ah Sholat Jum’at rahimakumullah..
Alhamdulillah, wekdal menika kita sampun dumunung ing wulan ingkang mulya, inggih wulan suci Ramadhan. Wulan menika nggadhahi dasa nama ingkang populer kados dene sayyidusy syuhur, syahrul mubarok, syahrul qur’an, syahrut taubat lan sanes-sanesipun.

Dene nami sayyidusy syuhur utawi penghulunipun sedaya wulan; inggih jalaran minangka wulan ingkang paling sae, ingkang paling mulya ing antawisipun wulan sanesipun ing ngersanipun Allah SWT. Jalaran ing wulan menika Allah ngapunten sawernaning dosa, nikelaken ganjaran ing sedaya amal tumindak kesaenan, lan bakal paring ijabah (kabul) ing donga ingkang dipun aturaken dening kawula.

Ing wulan menika ugi Allah SWT numurunaken Alquranul Karim lan paring nugraha satunggaling ndalu ingkang langkung sae tinimbang sewu wulan, inggih menika lailatul qodar. Awi istimewanipun wulan menika, pramila lampah pangibadahipun umat Islam dados tansaya nambah grengseng tinimbang wulan sanes-sanesipun.

Kahanan mekaten ketingal wiwit saking anggenipun sami mahargya – mapag dahtengipun Ramadhan; lajeng lampah pangibadhan sholat fardhu kanthi jama’ahan, sholat tarawih, thalabul ilmi, tadarus Alquran, dzikir, ndonga, infak sedekah, hingga owah-owahan tindak lampah padintenan, sedaya tambah tansaya sae. Saestu grengsengipun ibadah mekaten sanget ndamel eram, luar biasa !

Jama’ah Sholat Jum’at rahimakumullah..
Wulan Ramadhan ingkang dipun pahargya kanthi raos bingah menika saestunipun minangka wulan tarbiyah (pendidikan). Dipun ibarataken, kita nembe dipun gembleng (dadar) ing satunggaling wekdal sewulan natas amrih saget dados tiyang ingkang nggadhahi kapinteran lan ketrampilan khusus. Kenging menapa mekaten? Sebab ing wulan menika sedaya tiyang iman wajib nindakaken puasa, inggih yegah raos luwe lan ngelak, sarta mawerni-werni karemenan gesang kaliyan garwanipun, wiwit saking wekdal fajar subuh dumugi angslupipun srengenge.

Ingkang kados mekaten minangka pendadaran tumrap jiwa lan raga ingkang sanget awrat tumrap satunggaling kawula. Ing perkawis menika wonten sesambungipun ingkang rumaket antawisipun olah kajiwan lan olahing raga kangge ngukir watak ingkang pinunjul. Ing saweneh hadits Rasulullah SAW paring pemut, kados pundi wigatosipun puasa menika tumrap kita sedaya umat, Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam paring sabda :

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ، وَرُبَّ قَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ قِيَامِهِ السَّهَرُ
“Pira akehe wong kang nindak-ake puasa nanging ora antuk hasil apa-apa kejaba mung rasa luwe lan ngelak wae, lan pira akehe wong kang padha ngadeg shalat nanging ora entuk hasil apa-apa kejaba mung melek tangi wae.” (HR. Ahmad)

Jama’ah Sholat Jum’at rahimakumullah..
Hadits menika minangka pemut tumrap kita, bilih kasunyatan kathah tiyag ingkang nglampahi gemblengan jiwa raga kanthi puasa, nanging mboten pikantuk kasil menapa-napa kejawi namung raos luwe lan ngelak. Bab menika ngemu teges bilih gemblengan fisik ing puasa sanget gegayutan kaliyan panggulawenthahing  watak. Kekalihipun nyawiji, sahingga kasil akhir ing pangibadahan puasa Ramadhann menika sanes inking wujud gelar tata lair, nanging owah-owahan tambahing kesaenan watak kapribaden tiyang iman, inggih mennika dados tiyang takwa kados dhawuhing ayat Alquran ingkang dados dasar wajibipun ibadah puasa tumrap tiyang iman, inggih QS. Al Baqarah, 183 :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“He wong kang padha iman, wis kawajibake tumrap sira kabeh nindak-ake puasa, kaya dene kang wis kawajibake tumrap para kawula sadurungira kabeh, supayane sira bisa nggayuh derajat takwa”

Awit saking menika kita kedah njagi ibadah puasa kita saking sawernaning perkawis ingkang saget mbatalaken lan ngicalaken ganjaraning puasa, kados dhawuh pemutipun kanjeng Nabi Muhammad Saw:

خَمْسٌ يُفْـطِرْنَ الصَّائِمَ وَيُنْقِـضْنَ الْوُضُوْءَ: الْكَـذِبُ، وَالْغِيْبَةُ، وَالنَّمِيْمَةُ، وَالنَّظْرُ بِشَهْوَةٍ، وَالْيَمِيْنُ الْكَاذِبَةُ
“Lima perkara kang bisa mbusak ganjarane wong puasa lan wong kang wudhu, yaiku goroh (ngapusi), grasani (nyatur alane liyan, ghibah), adu-adu, ndeleng kanthi kebak hawa nepsu (syahwat), lan ngucap sumpah palsu”. (HR. Al-Dailami, Ahmad lan Ibnu Majah)

Ing jaman digital samenika, kita kedah ngatos-atos (waspada) ngagem medsos. Sebab, kanthi ndamel status utawi ngucap, posting ingkang isinipun kalebet gangsal perkawis lan tiruanipun, sedaya hakikatipun sami.

Jama’ah Sholat Jum’at rahimakumullah..
Bab wigatos ingkang minangka intisari saking pendidikan ibadah Ramadhan menika inggih kita kedah saget mawujud minangka kawulanipun Allah ingkang sehat sacara jiwa raga nggayuh derajat ingkang paling utama ing ngersanipun Allah SWT. Sahingga ing akhiring Ramadhan mangke kita saget dados satunggaling tiyangingkang pikantuk kamenangan lan wangsul ing jatidiri kita ingkang fitri (suci). Menika-lah takwa ingkang sejati. Dene Nabi Saw paring sabda:

اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Padha laku-o takwa sira marang Allah ing ngendi wae papan dumunung, lan inggal tututana saben tuindak kang wis kebacut olo kanthi kabecikan kang bisa kanggo nebus (ngilangi), lan srawunga ing sapadha-padha kanthi akhlak kang becik.” (HR. Tirmidzi)

Saking hadits menika sampun cetha, amrih kita tansah takwa dhumateng Allah ing pundi papan lan wekdal kapan mawon; menapa ing wulan Ramadhan utawi wulan sanesipun. Takwa nalika ing masjid utawi ing pasar, papan nyamut damel, ing pesrawungan lan sanesipun.

Jama’ah Sholat Jum’at rahimakumullah..
Kanthi puasa, kita ngraosaken dados saestu caket dhumateng Allah. Sahingga mawerni-werni amal kesaenan saget kanthi raos entheng kita tindak-aken, gampil ugi nilar tumindak dosa (maksiat). Sumangga kita sesarengan ndadosaken Ramadhan menika saestu minangka wulan pendidikan, panggemblengan (kadosdene kawah candradimuka) sahingga raos iman takwa kita mboten namung sifatipun sedhelo (musiman /temporer), nanging bakal tansah tuwuh lan tansaya bakoh tumuju diwasa lan sampurna. Kita sregep ngibadah, sregep ngamal saleh lan ngamal tumindak sae menika sampun ngantos namung ing wulan Ramadhan.

Mbok bilih menika ingkang kedah kita penggalih, dhawuhipun Allah ingkang tansah dipun ngendika-aken para khatib saben khutbah jumat:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
“He wong kang padha iman, takwa-o sira marang Allah kanti sabener-bener takwa ing ngersane, lan sira ojo nganti tumeka ing pati kejaba tetep ing sajroning ngrungkebi agama Islam.” (Qs. Ali ‘Imran: 102)

Mugi-mugi kita saestu saget ndadosaken ibadah puasa Ramadhan taun menika minangka ‘kawah candradimuka’ (pelatihan) ingkang paling sae kagem nggayuh derajat takwa. lan mugi sedaya amal kesaenan ingkang kita tindak-aken ing wulan ramadhan menika saget kita jagi lan dipun dipun lajengaken kanthi istiqomah. Malah, senadyan ramadhan menika mbenjang sampun rampung nilaraken, kita tetep grengseng (semangat) nglampahi gesang kanthi lelandhesan takwa. Amiin.

بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ

Khutbah II

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ
 أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمِّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
أَمَّا بَعْدُ؛ عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، فَاتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ،
 وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ، وَعَنْ أَزْوَاجِهِ أُمَّهَاتِ المُؤْمِنِيْنَ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنْ المُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ.
اللَّهُمَّ اجْعَلْ جَمْعَنَا هَذَا جَمْعاً مَرْحُوْماً، وَاجْعَلْ تَفَرُّقَنَا مِنْ بَعْدِهِ تَفَرُّقاً مَعْصُوْماً، وَلا تَدَعْ فِيْنَا وَلا مَعَنَا شَقِيًّا وَلا مَحْرُوْماً.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيننَا اَلَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَا نَا اَلَّتِي فِيهَا مَعَاشنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا اَلَّتِي إِلَيْهَا مَعَادنَا وَاجْعَلْ اَلْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلْ اَلْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ.  
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ.
رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

Syahrul Mubarok Ramadhan, Bulan berlimpah Berkah اَلْحَمْدُ ِللهِ وَكَفٰى، وَسَلاَمٌ عَلٰى عِبَادِهِ الَّذِيْنَ اصْطَفٰى. اَللهُمَّ صَلِّ وَ...

SYAHRUL MUBAROK RAMADHAN, BULAN BERLIMPAH BERKAH SYAHRUL MUBAROK RAMADHAN, BULAN BERLIMPAH BERKAH

Khutbah Jumat

Maret


Syahrul Mubarok
Ramadhan, Bulan berlimpah Berkah

اَلْحَمْدُ ِللهِ وَكَفٰى، وَسَلاَمٌ عَلٰى عِبَادِهِ الَّذِيْنَ اصْطَفٰى.
اَللهُمَّ صَلِّ وَسَلّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
 اَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ، اُوْصِيْكُمْ وَاَيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.


Allah telah menetapkan adanya hal-hal tertentu memiliki keistimewaan. Ada yang berupa tempat, benda, waktu,  orang ataupun keadaan. Terkait dengan waktu, khususnya hitungan bulan, maka Ramadhan merupakan bulan yang istimewa. Pada bulan Ramadhan ini umat Islam mendapatkan perintah untuk menunaikan ibadah puasa wajib selama sebulan penuh.

يا ايُّهَا الّذِيْنَ امَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلّكُمْ تَتَّقُوْنَ
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS Al Baqarah 2: 183)

Mengapa Ramadhan sebagai bulan yang istimewa? Selain karena di bulan itu ada kewajiban menunaikan puasa, Ramadhan memiliki banyak kandungan sejarah yang agung dan mulia, yaitu adanya momentum turunnya kitab suci Al-Qur'an sehingga disebut sebagai Syahrul Qur'an.

Di bulan ini juga Allah akan melipatgandakan pahala setiap amal ibadah atau perbuatan manusia. Allah SWT menjanjikan pahala 700 kebaikan untuk setiap ibadah yang kita lakukan di bulan Ramadan. Hal ini sesuai dengan hadis berikut ini.

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي.
"Setiap amalan yang dilakukan anak Adam akan dilipatgandakan menjadi 10 kali lipat hingga 700 kali lipat pahalanya. Allah SWT berfirman: Kecuali berpuasa Ramadhan, maka Aku akan memberinya pahala (dengan tiada batas). Karena mereka meninggalkan keinginannya demi Aku." (HR. Muslim)

Secara khusus Allah menjanjikan adanya karunia agung di bulan Ramadhan ini, yaitu berupa Lailatul qodar, sehingga umat Islam sangat antusias menunaikan ibadah dalam berbagai bentuknya. Maka ramadhan dikenal sebagai Syahrul ‘Ibadah, bulan memperbanyak dan pesta ibadah. Disini bisa dikatakan sebagai momentum “bursa amal.”

Pada saat inilah  kita umat Islam menaruh harapan besar, dengan memperbanyak melakukan kebajikan, meningkatkan kualitas iman, dan kuantitas amal akan dapat meraih derajat takwa.

Rasulullah SAW m bersabda:
قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ، شَهْرٌ مُبَارَكٌ، افْتَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ، تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ، وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ، وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ، فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا، فَقَدْ حُرِمَ
“Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan kepada kalian puasa di bulan ini. Pada bulan ini pula pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan para setan jahat diikat. Di sana terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa terhalangi untuk mendapat kebaikannya, maka ia telah terhalangi untuk jadi baik.” (HR. Ahmad)

    Disinilah keberkahan itu !
Selama sebulan penuh Allah telah menjadikan sebagai waktu yang sangat berharga. Bagi orang yang beriman, pastilah kita sangat menghajatkan karunia itu, kita akan meraihnya dengan penuh kesungguhan. Orang beriman dengan sepenuh hati sejak awal Ramadhan pasti telah membulatkan tekad, memasang niat dan mengokohkan semangat bagaimana benar-benar bisa meraih berbagai kemuliaan itu.
Maka Ramadhan benar-benar menjadi penuh berkah, karena diri kita semua mengalami perubahan dan kemajuan yang sangat drastis dan besar, baik dari aspek iman, ilmu, amal, akhlak maupun perilaku. Berkah mengandung makna: bertambahnya kebaikan (ziyadatul khoir).  Ramadhan telah menjadi ‘madrasah ruhaniyah’ bagi orang beriman dengan guru langsung dari Allah subhanahu wata’ala.
Sedangkan bagi orang yang tidak mengalami perubahan, dan tidak mengambil kesempatan ini sebagai sarana perbaikan diri, maka itu menjadi isyarat bahwa dirinya ‘terhalang’ dari keberkahan ramadhan. Na’udzubillahi min dzalik.

Semoga kita diberikan kekuatan lahir bathin dan perlindungan serta dapat mengamalkan dengan istiqomah dalam menjalani kebaikan selama satu bulan ini dari awal hingga akhir ramadhan nanti, sehingga kita pantas merayakannya sebagai kemenangan sejati. Allohumma, amiin
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى.
رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ

 Jangan Sia-Siakan Ramadhanmu اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا. تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُ...

JANGAN SIA-SIAKAN RAMADHANMU JANGAN SIA-SIAKAN RAMADHANMU

Khutbah Jumat

Maret



 Jangan Sia-Siakan Ramadhanmu

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا. تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأََشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ ورَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا. وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا.
 اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمِّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ. أَمَّا بَعْدُ.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Pada bulan  Ramadhan telah tercatat dalam sejarah senantiasa mengantarkan umat Islam pada kemenangan, kesuksesan dan kejayaan.  Pada masa Rasulullah SAW, bulan Ramadhan terjadi peristiwa besar berupa kemenangan dalam peperangan yang pertama di tahun 2 H,  yaitu dalam perang Badar. Kemudian beliau juga meraih kemenangan dapat menaklukkan kota Mekkah pada bulan Ramadhan pula di tahun ke-7 H. Bahkan di negeri kita Indonesia, proklamasi kemerdekaan RI juga terjadi di bulan Ramadhan, Hari Jumat, 17 Agustus 1945. Tentu beberapa peristiwa penting  itu bukan merupakan suatu kebetulan saja.

Pada zaman dahulu, Ramadhan benar-benar menjadi momentum untuk menempa fisik dan mental secara intensif. Kemudian lahir jiwa-jiwa pejuang yang siap mengusung tugas besar untuk perbaikan masyarakat. Rasulullah SAW dan para sahabat mengisi ramadhan dengan berbagai amalan shalih dan prestasi.

Kondisi dan zaman saat ini sangat berbeda jauh dengan generasi terdahulu. Banyak diantara ummat Islam hari ini dalam mengisi Ramadhan dengan hal-hal yang kurang bermakna, atau mengarah kepada kesia-siaan, dan bahkan jatuh pada perbuatan dosa. Banyak diantara mereka mengisi waktunya  dalam tiga bagian besar, yaitu: bermalas-malasan dalam beraktivitas karena alasan puasa dan tiduran di siang hari, kemudian makan serba enak dan sekenyang-kenyangnya sebagai pelampiasan lapar setelah puasa seharian; kemudian bergembira mencari hiburan di malam hari. Barangkali inilah kunci mengapa Ramadhan nyaris tak membuat perubahan bagi masyarakat kita saat ini.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Jika ummat islam ingin membuat perubahan pada diri dan masyarakat, haruslah kita belajar dan berjuang untuk meninggalkan berbagai perbuatan sia-sia dan cenderung pada dosa. Karena hal itu akan mengurangi pahala puasa seseorang.

Mengisi Ramadhan dengan banyak tidur
Kita sering mendengar ada sebagian da’i yang menyampaikan bahwa tidur orang yang berpuasa adalah ibadah. Bahkan dikatakan ini adalah sabda Nabi SAW. Sehingga dengan penyampaian semacam ini, orang-orang pun akhirnya bermalas-malasan di bulan Ramadhan bahkan mereka lebih senang tidur daripada melakukan amalan karena termotivasi dengan hadits tersebut. Hadist tersebut berbunyi ;

نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ ، وَصُمْتُهُ تَسْبِيْحٌ ، وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ ، وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ
“Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah. Diamnya adalah tasbih. Do’anya adalah do’a yang mustajab. Pahala amalannya pun akan dilipatgandakan.”

Padahal hadits ini adalah hadits yang dho’if. Syaikh Al Albani dalam Silsilah Adh Dho’ifah no. 4696 mengatakan bahwa hadits ini adalah hadits yang dho’if (lemah).

Sekiranya benar bahwa tidurnya orang berpuasa adalah ibadah, tentu kita tidak akan pernah mendengar kisah betapa bersemangatnya para sahabat dan salafus sholeh dalam menyambut dan mengisi ramadhan. Bukan hanya dengan puasa dan amal kebaikan, bahkan banyak peristiwa jihad juga terjadi pada bulan ramadhan.

Perang Badar dan Fathu Makkah adalah sekian dari banyak kancah jihad yang sukses ditorehkan sebagai kemenangan oleh kaum muslimin. Begitu pula begitu lengkap dalam hadits diungkap kesibukan Rasulullah SAW dan masyarakatnya dalam mengisi Ramadhan. Diibaratkan pula bagaimana beliau mengikat kain sarungnya di sepuluh malam yang terakhir sebagai pertanda kesungguhan dalam ibadah dan mengurangi tidur. Maka semestinya contoh-contoh seperti inilah yang perlu kita tiru dalam mengisi hari-hari Ramadhan ini.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Meski demikian, tidurnya orang yang berpuasa di siang hari dengan tujuan untuk menguatkan badan agar mampu untuk shalat tarawih dan tilawah di malam harinya, maka hal tersebut berpahala dan dinilai ibadah. Ibnu Rajab pun menerangkan hal yang sama, “Jika makan dan minum diniatkan untuk menguatkan badan agar kuat ketika melaksanakan shalat dan berpuasa, maka seperti inilah yang akan bernilai pahala. Sebagaimana pula apabila seseorang berniat dengan tidurnya di malam dan siang harinya agar kuat dalam beramal, maka tidur seperti ini bernilai ibadah.” (Latho-if Al Ma’arif, 279-280)

Pelampiasan saat berbuka
Puasa adalah sarana untuk menahan atau mengendalikan hawa nafsu. Nafsu untuk makan dan minum, berbicara kotor dan ghibah, serta hal-hal yang tidak disenangi islam lainnya. Jika seseorang berhasil dalam menahan nafsu tersebut, maka kehidupannya di bulan Ramadhan akan tambah irit, sehat dan penuh barakah.

Tetapi pada kenyataannya berbeda. Begitu waktu berbuka tiba, berbagai macam makanan tersedia bahkan makanan yang biasanya tidak ada, maka diada-adakan dan hampir semuanya masuk perut. Puasa yang semestinya sebagai sarana pengendalian diri, justru disitu terjadi pelampiasan hawa nafsu dan pemborosan pengeluaran belanja harian.

Akibatnya ia akan merasa kekenyangan sehingga akan mengakibatkan malas untuk shalat magrib, isya’ bahkan shalat tarawihnya terlewatkan. Kalaupun dilaksanakan, dilakukan dengan waktu yang telat, dengan perasaan berat dan terpaksa karena malas akibat kekenyangan. Maka perjuangan puasanya selama siang hari seolah menjadi hampa. Puasa yang dilakukan hanyalah seperti  mengubah, menunda atau mengalihkan waktu makan semata; berubah dari siang hari menjadi malam hari.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Rasulullah SAW telah mencontohkan pada kita tentang cara berbuka puasa. Dalam sebuah hadist disebutkan, dari Salman ibn ‘Aamir, Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا أَفْطَرَ أَحَدُكُمْ فَلْيُفْطِرْ بِالتَّمْرِ فَإْنَّهُ بَرَكَةٌ فَإِنْ لَمْ يَجِدْ تَمْرًا فَالْمَاءُ فَإِنَّهُ طَهُوْرٌ
“Jika salah seorang diantara kalian akan berbuka puasa, maka berbukalah dengan kurma sebab kurma itu berkah, kalau tidak ada maka dengan air karena air itu bersih dan suci. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).

Berbuka puasa dengan cara ini akan membuat badan kita sehat. Sebaliknya, berbuka puasa dengan memakan makanan yang beraneka macam serba enak yang berada di atas meja hingga kekenyangan, akan mengakibatkan lemahnya badan. Akhirnya timbul kemalasan hingga luput darinya berbagai kebaikan di malam bulan Ramadhan. Esensi dari puasa ramadhan itu menjadi terlewatkan.

Ngabuburit
    Istilah ‘ngabuburit” secara lengkap diambil dari kalimat "ngalantung ngadagoan burit" yang memiliki arti bersantai-santai sambil menunggu waktu sore. Menunggu waktu sore saat berbuka puasa.

Kini tradisi menunggu waktu buka puasa dan jalan jalan pagi setelah shalat subuh, telah merambah ke seluruh pelosok daerah. Mereka berkumpul atau bergerombol di pinggir jalan ataupun di tempat umum seperti di pasar atau mall, lapangan olahraga, dan sebagainya. Para remajanya ada yang usil mengganggu orang lain, ada yang melemparkan mercon (petasan ) kepada pengendara kendaraan yang lewat. Mereka berkumpul-kumpul mengisi waktu untuk sekedar iseng dan mencari hiburan diri selama ramadhan, dengan satu alasan: untuk “membunuh kesepian.”

Alangkah baiknya jika dalam menunggu waktu berbuka dan sehabis sholat isya’ (tarawih), atau selepas sholat shubuh,  bisa dipakai untuk hal yang lebih baik manfaatnya; misal membantu keperluan dan pekerjaan orang tua; atau diisi dengan ibadah zikir, baca qur’an, mendengar ceramah dan hal lainnya yang bermanfaat. Bukan dengan berbagai amalan yang tidak selaras dengan nilai ajaran Islam mengarah kepada ‘lagha’ atau kesia-siaan dan dapat merusak nilai puasa kita.

Masih banyak lagi perbuatan sia-sia seperti main Hp/smartphone, nonton TV, main catur, kartu domino,  bermain game online atau playstation, mendengar musik dan semacamnya dengan dalih untuk menghilangkan kejenuhan sambil mengisi waktu luang menunggu waktu berbuka puasa.  Semua ini semestinya mulai dikurangi atau ditinggalkan saja, agar puasanya menjadi lebih berkualitas dan dapat diterima disisi Allah Ta’ala. Rasulullah SAW bersabda ;

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ وَالْجَهْلَ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
"Barangsiapa tidak meninggalkan ucapan dusta, perbuatan dusta, dan (ucapan atau perbuatan) kebodohan, niscaya Allah tidak memerlukan usaha dirinya dalam meninggalkan makanan dan minuman (shaum)." (HR. Bukhari no. 6057, Ibnu Majah no. 1689, dan Ahmad no. 8529).

Sedangkan perbuatan dan ucapan kebodohan dalam hadist di atas adalah setiap perbuatan dan ucapan yang mengandung kemaksiatan akan merusak pahala seseorang. Maka tinggal kembali pada diri  kita sendiri, apakah puasa kita ingin mendapatkan balasan yang besar, atau hanya mendapatkan sebagai rutinitas yang hanya memperoleh rasa lapar dan dahaga ?

Jika menginginkan pahala yang besar maka wajib bagi kita untuk melakukan perubahan dan perbaikan diri dalam mengelola dan mengisi berbagai kegiatan sehari-hari kita agar lebih bermakna. Jangan sia-siakan Ramadhan-mu !

Semoga Allah membimbing kita ke  arah jalan hidup yang mulia dan diridhoi-Nya. Wallahu a’lam bishawab

KEWAJIBAN DALAM HARTA Oleh: ust. Ahmad Alfian Muzakki Khutbah Pertama الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ اْلإِيْمَانِ وَاْلإِسْ...

KEWAJIBAN DALAM HARTA  KEWAJIBAN DALAM HARTA

Khutbah Jumat

Maret


KEWAJIBAN DALAM HARTA
Oleh: ust. Ahmad Alfian Muzakki

Khutbah Pertama

الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ اْلإِيْمَانِ وَاْلإِسْلاَمِ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ،
فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ، اِتَّقُوْا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ، يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ ﴿٥٦﴾

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Diantara kesenangan hidup yang banyak diharapkan pada umumnya orang adalah apabila memiliki kecukupan harta, sebagaimana firman Allah SWT dalam Qs. Ali Imran ayat 14:

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاء وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللّهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَآبِ ﴿١٤﴾
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”

Untuk apakah kita memiliki harta? Kegunaan yang sebenarnya dari harta adalah untuk memenuhi hajat hidup pokok sehari hari diri pribadi dan keluarga (dalam hal sandang, pangan dan papan), kemudian setelah kebutuhan pokok tersebut terpenuhi agar dapat digunakan meningkatkan kualitas ibadah dalam bentuk infak sedekah ataupun zakat, serta hal lain yang memiliki nilai kemaslahatan bagi kehidupan.

Kita sebagai seorang muslim, pasti ingin menunaikan semua rukun Islam sampai yang ke-lima (syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji);  maka hal itu memerlukan kecukupan harta, yaitu: zakat dan haji. Dengan demikian, sebenarnya dalam hidup ini ada semangat yang diajarkan Islam agar kita dapat mandiri secara ekomomi, dan memiliki kemampuan harta.
Allah SWT berfirman:

وَأَقِيمُواْ الصَّلاَةَ وَآتُواْ الزَّكَاةَ وَارْكَعُواْ مَعَ الرَّاكِعِينَ ﴿٤٣﴾
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku`lah beserta orang-orang yang ruku’ (Qs. Al Baqarah; 43).

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Harta kita yang terkumpul melalui pekerjaan sehari-hari, meskipun merupakan hasil perasan keringat dan pemikiran kita sendiri, tetapi tidak semuanya menjadi hak kita. Allah SWT memerintahkan kita untuk berbagi pada sesama, dan sebagian harta itu sudah bukan hak kita lagi.

وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ ﴿١٩﴾
     “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bahagian.” (Qs. Adz Dzariyat: 19)
    
Semangat ajaran Islam adalah menebarkan kasih sayang dan kesejahteraan bagi sesama manusia, yang tercermin dalam perintah untuk berbagi atas karunia yang diberikan Allah pada hamba-Nya. Kita diperintahkan untuk mengeluarkan zakat harta, yang memiliki fungsi mensucikan harta dan jiwa orang-orang yang beriman.

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاَتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ وَاللّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ﴿١٠٣﴾
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdo`alah untuk mereka. Sesungguhnya do`a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. At Taubah: 103)

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Apabila kita memiliki harta, maka sesungguhnya di dalam harta tersebut terdapat ‘titipan’ atau amanah dari Allah untuk disampaikan kepada orang lain, sebagaimana perintah Allah dalam Al-Qur’an:

إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤدُّواْ الأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا ﴿٥٨﴾
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya” ( Qs. An Nisa’: 58).

Dengan demikian, apabila ada orang yang sebenarnya telah wajib berzakat tetapi belum menunaikan pembayaran zakatnya, maka sebenarnya dia telah mengambil harta yang semestinya menjadi haknya orang lain yang disebut para kaum dhuafa’ yang masuk dalam  8 golongan (ashnaf). Hal itu akan menjadikan hartanya tidak berkah.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Harta yang dikeluarkan dalam kategori wajib disebut sebagai zakat mal (harta benda) memiliki syarat dan ketentuan, yaitu: nishab, haul, serta milku at taam.

Nishab: artinya ukuran jumlah harta minimal senilai 85 gram emas, dan dikeluarkan zakat  sebanyak 2,5%. Haul, artinya kepemilikan harta selama minimal satu tahun. Milku at taam, yaitu harta itu merupakan hak miliknya secara mutlak (bukan milik orang lain).

Sedangkan harta yang dikeluarkan yang bersifat sunat disebut sebagai infak atau sedekah; yang hal ini tidak ada batasan jumlah minimal harta dan waktu kepemilikan. Semakin banyak, maka akan semakin baik !

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Apabila di bulan Ramadhan ini kita merasa sangat dekat dengan Allah, kita sudah berlatih untuk memiliki kejujuran lewat ibadah puasa. Hanya diri kita sendiri dan Allah saja yang mengetahui “apakah puasa kita memang benar-benar dilaksanakan dengan kesungguhan atau pura-pura?”. Maka pada saat yang sama juga kita diuji keimanannya, apakah kita memiliki kejujuran untuk menghitung banyaknya harta yang dimiliki untuk dikeluarkan zakat mal (harta)-nya.

Bulan ramadhan inilah saatnya kita semua untuk jujur kepada diri sendiri dan melakukan pengakuan di hadapan Allah dalam segala hal, termasuk dalam kewajiban atas harta kekayaan. Allah memerintahkan:

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ ﴿٥٦﴾
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ta`atlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (Qs. An Nuur: 56)

Allah memberikan penghargaan yang tinggi bagi mereka yang mau membelanjakan hartanya karena iman, Allah menyebutkannya sebagai “pinjaman” dan Dia akan mengembalikannya berlipat ganda:

إِن تُقْرِضُوا اللَّهَ قَرْضاً حَسَناً يُضَاعِفْهُ لَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ شَكُورٌ حَلِيمٌ ﴿١٧﴾
“Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipat gandakan (pembalasannya) kepadamu dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pembalas Jasa lagi Maha Penyantun.” (Qs. At Taghabun: 17).

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Hal ini kami sampaikan, mumpung sekarang masih di masa 1/3 awal bulan Ramadhan, maka sangat baik kiranya untuk kita jadikan sebagai momentum optimalisasi ketakwaan melalui ibadah Maliyah (harta benda). Apalagi dengan dibayarkan di bulan Ramadhan yang in sya’Allah akan memiliki nilai pahala yang jauh berilpat ganda; terlebih lagi bila kita mendapatkan karunia “lailatul qodar’ maka hal ini pasti akan memiliki nilai yang sangat luar biasa fantastis.

Marilah kita realisasikan iman takwa, dan kejujuran kita kepada Allah, melalui ibadah Maliyah; persiapkan harta terbaik kita untuk berzakat atau infak sedekah dalam rangka menjemput lailatul Qodar pada puncak ibadah Ramadhan pada 1/3 pekan terakhir nanti.
    
Semoga kita senantiasa mendapatkan keberkahan dan mampu meraih ketakwaan secara maksimal. Amiin.

بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمِّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
أَمَّا بَعْدُ؛ عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، فَاتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ،
 وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ، وَعَنْ أَزْوَاجِهِ أُمَّهَاتِ المُؤْمِنِيْنَ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنْ المُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ.
اللَّهُمَّ اجْعَلْ جَمْعَنَا هَذَا جَمْعاً مَرْحُوْماً، وَاجْعَلْ تَفَرُّقَنَا مِنْ بَعْدِهِ تَفَرُّقاً مَعْصُوْماً، وَلا تَدَعْ فِيْنَا وَلا مَعَنَا شَقِيًّا وَلا مَحْرُوْماً.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيننَا اَلَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَا نَا اَلَّتِي فِيهَا مَعَاشنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا اَلَّتِي إِلَيْهَا مَعَادنَا وَاجْعَلْ اَلْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلْ اَلْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ.  
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ.
رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.