Tampilkan postingan dengan label Kultum. Tampilkan semua postingan

Syahrul Mubarok Ramadhan, Bulan berlimpah Berkah اَلْحَمْدُ ِللهِ وَكَفٰى، وَسَلاَمٌ عَلٰى عِبَادِهِ الَّذِيْنَ اصْطَفٰى. اَللهُمَّ صَلِّ وَ...

SYAHRUL MUBAROK RAMADHAN, BULAN BERLIMPAH BERKAH SYAHRUL MUBAROK RAMADHAN, BULAN BERLIMPAH BERKAH

Khutbah Jumat

Kultum


Syahrul Mubarok
Ramadhan, Bulan berlimpah Berkah

اَلْحَمْدُ ِللهِ وَكَفٰى، وَسَلاَمٌ عَلٰى عِبَادِهِ الَّذِيْنَ اصْطَفٰى.
اَللهُمَّ صَلِّ وَسَلّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
 اَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ، اُوْصِيْكُمْ وَاَيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.


Allah telah menetapkan adanya hal-hal tertentu memiliki keistimewaan. Ada yang berupa tempat, benda, waktu,  orang ataupun keadaan. Terkait dengan waktu, khususnya hitungan bulan, maka Ramadhan merupakan bulan yang istimewa. Pada bulan Ramadhan ini umat Islam mendapatkan perintah untuk menunaikan ibadah puasa wajib selama sebulan penuh.

يا ايُّهَا الّذِيْنَ امَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلّكُمْ تَتَّقُوْنَ
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS Al Baqarah 2: 183)

Mengapa Ramadhan sebagai bulan yang istimewa? Selain karena di bulan itu ada kewajiban menunaikan puasa, Ramadhan memiliki banyak kandungan sejarah yang agung dan mulia, yaitu adanya momentum turunnya kitab suci Al-Qur'an sehingga disebut sebagai Syahrul Qur'an.

Di bulan ini juga Allah akan melipatgandakan pahala setiap amal ibadah atau perbuatan manusia. Allah SWT menjanjikan pahala 700 kebaikan untuk setiap ibadah yang kita lakukan di bulan Ramadan. Hal ini sesuai dengan hadis berikut ini.

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي.
"Setiap amalan yang dilakukan anak Adam akan dilipatgandakan menjadi 10 kali lipat hingga 700 kali lipat pahalanya. Allah SWT berfirman: Kecuali berpuasa Ramadhan, maka Aku akan memberinya pahala (dengan tiada batas). Karena mereka meninggalkan keinginannya demi Aku." (HR. Muslim)

Secara khusus Allah menjanjikan adanya karunia agung di bulan Ramadhan ini, yaitu berupa Lailatul qodar, sehingga umat Islam sangat antusias menunaikan ibadah dalam berbagai bentuknya. Maka ramadhan dikenal sebagai Syahrul ‘Ibadah, bulan memperbanyak dan pesta ibadah. Disini bisa dikatakan sebagai momentum “bursa amal.”

Pada saat inilah  kita umat Islam menaruh harapan besar, dengan memperbanyak melakukan kebajikan, meningkatkan kualitas iman, dan kuantitas amal akan dapat meraih derajat takwa.

Rasulullah SAW m bersabda:
قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ، شَهْرٌ مُبَارَكٌ، افْتَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ، تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ، وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ، وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ، فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا، فَقَدْ حُرِمَ
“Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan kepada kalian puasa di bulan ini. Pada bulan ini pula pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan para setan jahat diikat. Di sana terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa terhalangi untuk mendapat kebaikannya, maka ia telah terhalangi untuk jadi baik.” (HR. Ahmad)

    Disinilah keberkahan itu !
Selama sebulan penuh Allah telah menjadikan sebagai waktu yang sangat berharga. Bagi orang yang beriman, pastilah kita sangat menghajatkan karunia itu, kita akan meraihnya dengan penuh kesungguhan. Orang beriman dengan sepenuh hati sejak awal Ramadhan pasti telah membulatkan tekad, memasang niat dan mengokohkan semangat bagaimana benar-benar bisa meraih berbagai kemuliaan itu.
Maka Ramadhan benar-benar menjadi penuh berkah, karena diri kita semua mengalami perubahan dan kemajuan yang sangat drastis dan besar, baik dari aspek iman, ilmu, amal, akhlak maupun perilaku. Berkah mengandung makna: bertambahnya kebaikan (ziyadatul khoir).  Ramadhan telah menjadi ‘madrasah ruhaniyah’ bagi orang beriman dengan guru langsung dari Allah subhanahu wata’ala.
Sedangkan bagi orang yang tidak mengalami perubahan, dan tidak mengambil kesempatan ini sebagai sarana perbaikan diri, maka itu menjadi isyarat bahwa dirinya ‘terhalang’ dari keberkahan ramadhan. Na’udzubillahi min dzalik.

Semoga kita diberikan kekuatan lahir bathin dan perlindungan serta dapat mengamalkan dengan istiqomah dalam menjalani kebaikan selama satu bulan ini dari awal hingga akhir ramadhan nanti, sehingga kita pantas merayakannya sebagai kemenangan sejati. Allohumma, amiin
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى.
رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ

 Bergembiralah Menyambut Ramadhan الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، وَبِفَضْلِهِ تَتَنَزَّلُ الْخَيْرَاتُ وَالْبَ...

BERGEMBIRALAH MENYAMBUT RAMADHAN BERGEMBIRALAH MENYAMBUT RAMADHAN

Khutbah Jumat

Kultum


 Bergembiralah Menyambut Ramadhan

الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، وَبِفَضْلِهِ تَتَنَزَّلُ الْخَيْرَاتُ وَالْبَرَكَاتُ، وَبِتَوْفِيْقِهِ تَتَحَقَّقُ الْمَقَاصِدُ وَالْغَايَاتُ.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحِسَانِ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ ﴿١٨٣﴾

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Hari ini kita semua telah berada di hari pertama di bulan Ramadhan yang mulia. Setiap orang beriman pasti merasakan kebahagiaan yang besar ini, karena kita dipanggil secara khusus untuk berpuasa dan merasakan nikmatnya ibadah yang akan semakin menambah dekatnya kedudukan kita sebagai seorang hamba yang taat kepada sang Kholiq. Kita berpuasa hanya untuk-Nya, dan hakikat puasa kita hanya menjadi rahasia diri kita pribadi dengan-Nya.

Kebahagiaan berikutnya adalah bahwa dengan puasa di bulan ini akan menjadi wasilah (sebab) untuk diampuninya dosa-dosa kita yang telah lalu sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Siapa yang puasa Ramadhan karena iman dan berharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Pada sisi lain, banyak fadhilah yang akan diterima bagi orang beriman dan bersedia untuk menjemputnya. Satu hadits dari sahabat Abu Hurairah r.a., bahwa Nabi SAW bersabda:

 إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ غُلِّقَتِ أَبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ وَيُنَادِي مُنَادٍ يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنْ النَّارِ وَذَلكَ فِي كُلُّ لَيْلَةٍ حَتَّى يَنْقَضِيَ رَمَضَانُ.
“Apabila awal malam dari bulan Ramadhan (telah tiba) ditutuplah pintu-pintu neraka dan tidak ada satupun pintu yang dibuka, dan dibuka pintu-pintu surga, tidak ada satupun darinya yang ditutup. Penyeru (dari malaikat) pun berseru, ‘Wahai orang yang menginginkan kebaikan! Sambutlah! Wahai orang-orang yang menginginkan keburukan! Tahanlah! Dan Allâh mempunyai orang-orang yang akan dibebaskan dari neraka, dan hal itu ada pada setiap malam sampai bulan Ramadhan berakhir” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah dan  Ibnu Hibban)

Oleh sebab itu, marilah kita jadikan bulan Ramadhan ini menjadi momentum bagi kita untuk memperoleh karunia yang besar, berupa peningkatan amal kebaikan dan kita berharap mendapatkan ridho dari Allah berupa pelipatgandaan pahala.  Berdasarkan hadits riwayat Imam Muslim disebutkan:

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي.
“Setiap amal yang dilakukan anak Adam akan dilipatgandakan. Satu kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat. Lalu Allah Azza wa Jalla berfirman, “Kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku-lah yang memberi ganjarannya. Orang yang berpuasa meninggalkan syahwat dan makannya demi Aku semata.” [ Shahih Muslim (II/807) Kitaabush Shiyaam, bab Fadhlush Shiyaam ]

Maka kita janganlah menganggap bahwa ibadah di bulan Ramadhan itu hanya sebagai rutinitas belaka, melainkan perlu dikelola dan dirancang dengan baik agar kita tidak merugi. Kapan lagi kita mendapat kesempatan sebaik ini bila bukan di bulan Ramadhan?

Ramadhan disebut sebagai syahrul Qur’an, karena di bulan tersebut diturunkan kita suci Al-Qur’an, sekaligus kita didorong untuk banyak membaca dan mempelajari Al-Qur’an. Dinamai pula syahrul ‘ibadah, sebab disini kita diringankan hati dan perasaan kita menunaikan berbagai amalan ibadah dengan suasana penuh sukacita. Disebut pula syahrud-du’a wat taubat, dimana menjadi momentum yang afdhol bagi kita memperbanyak berdoa untuk memohon kasih sayang dan rahmat Allah;  dan bertaubat atas segala kesalahan ataupun dosa-dosa yangbegitu banyak telah kita lakukan kepada Allah SWT.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Apabila tujuan dari perintah puasa ini agar kita bisa menjadi orang yang bertakwa, maka bagaimana cara kita memastikan bahwa diri kita memang benar-benar mampu meraihnya? Cukup dengan dua jurus yang perlu kita lakukan, yaitu:

Pertama: tetapkan target untuk diraih. Bila kita ingin benar-benar meningkat dalam berbagai aspek (mulai unsur iman, ibadah, dan amal shaleh) yang merupakan pertanda ketakwaan, maka amalan apa sajakah yang harus kita lakukan untuk mengantarkan ke arah itu? Mari kita tetapkan targetnya, bagaimana kualitas ibadah puasa, shalat fardhu berjamaah, shalat sunnat, membaca serta mempelajari al-Qur’an, zakat, infak, dan sebagainya..

Kedua, munculkan perasaan seolah-olah ini merupakan Ramadhan terakhir yang bisa kita lakukan. Sebab kita tidak pernah mengetahui rahasia takdir dari Allah, apakah tahun mendatang kita masih diberi kesempatan untuk hidup .. ? kita mungkin ingat, pada tahun lalu ada beberapa saudara dan teman karib kita yang melakukan ibadah bersama kita di bulan Ramadhan, akan tetapi saat ini mereka telah tiada  … mereka telah berpulang ke rahmatullah, mendahului kita. Bagaimana bila yang telah tiada itu adalah diri kita?  Perasaan yang demikian ini akan melahirkan suatu semangat, bagaimana kita kemudian ingin melakukan segala hal yang bisa kita tempuh dengan cara dan kualitas yang terbaik, bukan sekedar asal-asalan. Mumpung kita masih diberi waktu.

Marilah kita bersemangat dan penuh rasa gembira untuk memakmurkan bulan ramadhan ini. Semoga kita semua diberikan kekuatan, pertolongan dan kemudahan oleh Allah SWT agar dijaga kesehatannya, dijauhkan dari berbagai hambatan dan godaan, agar bisa melakukan ibadah secara maksimal dan meraih ridho -Nya, sehingga kebahagiaan itu sudah datang dan kita rasakan sejak sekarang ketika tengah menjalani ibadah, bukan nanti ketika ramadhan telah berakhir dan berlalu. Wallohu a’lam bishawab

 Jangan Sia-Siakan Ramadhanmu اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا. تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُ...

JANGAN SIA-SIAKAN RAMADHANMU JANGAN SIA-SIAKAN RAMADHANMU

Khutbah Jumat

Kultum



 Jangan Sia-Siakan Ramadhanmu

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا. تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأََشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ ورَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا. وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا.
 اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمِّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ. أَمَّا بَعْدُ.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Pada bulan  Ramadhan telah tercatat dalam sejarah senantiasa mengantarkan umat Islam pada kemenangan, kesuksesan dan kejayaan.  Pada masa Rasulullah SAW, bulan Ramadhan terjadi peristiwa besar berupa kemenangan dalam peperangan yang pertama di tahun 2 H,  yaitu dalam perang Badar. Kemudian beliau juga meraih kemenangan dapat menaklukkan kota Mekkah pada bulan Ramadhan pula di tahun ke-7 H. Bahkan di negeri kita Indonesia, proklamasi kemerdekaan RI juga terjadi di bulan Ramadhan, Hari Jumat, 17 Agustus 1945. Tentu beberapa peristiwa penting  itu bukan merupakan suatu kebetulan saja.

Pada zaman dahulu, Ramadhan benar-benar menjadi momentum untuk menempa fisik dan mental secara intensif. Kemudian lahir jiwa-jiwa pejuang yang siap mengusung tugas besar untuk perbaikan masyarakat. Rasulullah SAW dan para sahabat mengisi ramadhan dengan berbagai amalan shalih dan prestasi.

Kondisi dan zaman saat ini sangat berbeda jauh dengan generasi terdahulu. Banyak diantara ummat Islam hari ini dalam mengisi Ramadhan dengan hal-hal yang kurang bermakna, atau mengarah kepada kesia-siaan, dan bahkan jatuh pada perbuatan dosa. Banyak diantara mereka mengisi waktunya  dalam tiga bagian besar, yaitu: bermalas-malasan dalam beraktivitas karena alasan puasa dan tiduran di siang hari, kemudian makan serba enak dan sekenyang-kenyangnya sebagai pelampiasan lapar setelah puasa seharian; kemudian bergembira mencari hiburan di malam hari. Barangkali inilah kunci mengapa Ramadhan nyaris tak membuat perubahan bagi masyarakat kita saat ini.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Jika ummat islam ingin membuat perubahan pada diri dan masyarakat, haruslah kita belajar dan berjuang untuk meninggalkan berbagai perbuatan sia-sia dan cenderung pada dosa. Karena hal itu akan mengurangi pahala puasa seseorang.

Mengisi Ramadhan dengan banyak tidur
Kita sering mendengar ada sebagian da’i yang menyampaikan bahwa tidur orang yang berpuasa adalah ibadah. Bahkan dikatakan ini adalah sabda Nabi SAW. Sehingga dengan penyampaian semacam ini, orang-orang pun akhirnya bermalas-malasan di bulan Ramadhan bahkan mereka lebih senang tidur daripada melakukan amalan karena termotivasi dengan hadits tersebut. Hadist tersebut berbunyi ;

نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ ، وَصُمْتُهُ تَسْبِيْحٌ ، وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ ، وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ
“Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah. Diamnya adalah tasbih. Do’anya adalah do’a yang mustajab. Pahala amalannya pun akan dilipatgandakan.”

Padahal hadits ini adalah hadits yang dho’if. Syaikh Al Albani dalam Silsilah Adh Dho’ifah no. 4696 mengatakan bahwa hadits ini adalah hadits yang dho’if (lemah).

Sekiranya benar bahwa tidurnya orang berpuasa adalah ibadah, tentu kita tidak akan pernah mendengar kisah betapa bersemangatnya para sahabat dan salafus sholeh dalam menyambut dan mengisi ramadhan. Bukan hanya dengan puasa dan amal kebaikan, bahkan banyak peristiwa jihad juga terjadi pada bulan ramadhan.

Perang Badar dan Fathu Makkah adalah sekian dari banyak kancah jihad yang sukses ditorehkan sebagai kemenangan oleh kaum muslimin. Begitu pula begitu lengkap dalam hadits diungkap kesibukan Rasulullah SAW dan masyarakatnya dalam mengisi Ramadhan. Diibaratkan pula bagaimana beliau mengikat kain sarungnya di sepuluh malam yang terakhir sebagai pertanda kesungguhan dalam ibadah dan mengurangi tidur. Maka semestinya contoh-contoh seperti inilah yang perlu kita tiru dalam mengisi hari-hari Ramadhan ini.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Meski demikian, tidurnya orang yang berpuasa di siang hari dengan tujuan untuk menguatkan badan agar mampu untuk shalat tarawih dan tilawah di malam harinya, maka hal tersebut berpahala dan dinilai ibadah. Ibnu Rajab pun menerangkan hal yang sama, “Jika makan dan minum diniatkan untuk menguatkan badan agar kuat ketika melaksanakan shalat dan berpuasa, maka seperti inilah yang akan bernilai pahala. Sebagaimana pula apabila seseorang berniat dengan tidurnya di malam dan siang harinya agar kuat dalam beramal, maka tidur seperti ini bernilai ibadah.” (Latho-if Al Ma’arif, 279-280)

Pelampiasan saat berbuka
Puasa adalah sarana untuk menahan atau mengendalikan hawa nafsu. Nafsu untuk makan dan minum, berbicara kotor dan ghibah, serta hal-hal yang tidak disenangi islam lainnya. Jika seseorang berhasil dalam menahan nafsu tersebut, maka kehidupannya di bulan Ramadhan akan tambah irit, sehat dan penuh barakah.

Tetapi pada kenyataannya berbeda. Begitu waktu berbuka tiba, berbagai macam makanan tersedia bahkan makanan yang biasanya tidak ada, maka diada-adakan dan hampir semuanya masuk perut. Puasa yang semestinya sebagai sarana pengendalian diri, justru disitu terjadi pelampiasan hawa nafsu dan pemborosan pengeluaran belanja harian.

Akibatnya ia akan merasa kekenyangan sehingga akan mengakibatkan malas untuk shalat magrib, isya’ bahkan shalat tarawihnya terlewatkan. Kalaupun dilaksanakan, dilakukan dengan waktu yang telat, dengan perasaan berat dan terpaksa karena malas akibat kekenyangan. Maka perjuangan puasanya selama siang hari seolah menjadi hampa. Puasa yang dilakukan hanyalah seperti  mengubah, menunda atau mengalihkan waktu makan semata; berubah dari siang hari menjadi malam hari.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Rasulullah SAW telah mencontohkan pada kita tentang cara berbuka puasa. Dalam sebuah hadist disebutkan, dari Salman ibn ‘Aamir, Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا أَفْطَرَ أَحَدُكُمْ فَلْيُفْطِرْ بِالتَّمْرِ فَإْنَّهُ بَرَكَةٌ فَإِنْ لَمْ يَجِدْ تَمْرًا فَالْمَاءُ فَإِنَّهُ طَهُوْرٌ
“Jika salah seorang diantara kalian akan berbuka puasa, maka berbukalah dengan kurma sebab kurma itu berkah, kalau tidak ada maka dengan air karena air itu bersih dan suci. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).

Berbuka puasa dengan cara ini akan membuat badan kita sehat. Sebaliknya, berbuka puasa dengan memakan makanan yang beraneka macam serba enak yang berada di atas meja hingga kekenyangan, akan mengakibatkan lemahnya badan. Akhirnya timbul kemalasan hingga luput darinya berbagai kebaikan di malam bulan Ramadhan. Esensi dari puasa ramadhan itu menjadi terlewatkan.

Ngabuburit
    Istilah ‘ngabuburit” secara lengkap diambil dari kalimat "ngalantung ngadagoan burit" yang memiliki arti bersantai-santai sambil menunggu waktu sore. Menunggu waktu sore saat berbuka puasa.

Kini tradisi menunggu waktu buka puasa dan jalan jalan pagi setelah shalat subuh, telah merambah ke seluruh pelosok daerah. Mereka berkumpul atau bergerombol di pinggir jalan ataupun di tempat umum seperti di pasar atau mall, lapangan olahraga, dan sebagainya. Para remajanya ada yang usil mengganggu orang lain, ada yang melemparkan mercon (petasan ) kepada pengendara kendaraan yang lewat. Mereka berkumpul-kumpul mengisi waktu untuk sekedar iseng dan mencari hiburan diri selama ramadhan, dengan satu alasan: untuk “membunuh kesepian.”

Alangkah baiknya jika dalam menunggu waktu berbuka dan sehabis sholat isya’ (tarawih), atau selepas sholat shubuh,  bisa dipakai untuk hal yang lebih baik manfaatnya; misal membantu keperluan dan pekerjaan orang tua; atau diisi dengan ibadah zikir, baca qur’an, mendengar ceramah dan hal lainnya yang bermanfaat. Bukan dengan berbagai amalan yang tidak selaras dengan nilai ajaran Islam mengarah kepada ‘lagha’ atau kesia-siaan dan dapat merusak nilai puasa kita.

Masih banyak lagi perbuatan sia-sia seperti main Hp/smartphone, nonton TV, main catur, kartu domino,  bermain game online atau playstation, mendengar musik dan semacamnya dengan dalih untuk menghilangkan kejenuhan sambil mengisi waktu luang menunggu waktu berbuka puasa.  Semua ini semestinya mulai dikurangi atau ditinggalkan saja, agar puasanya menjadi lebih berkualitas dan dapat diterima disisi Allah Ta’ala. Rasulullah SAW bersabda ;

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ وَالْجَهْلَ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
"Barangsiapa tidak meninggalkan ucapan dusta, perbuatan dusta, dan (ucapan atau perbuatan) kebodohan, niscaya Allah tidak memerlukan usaha dirinya dalam meninggalkan makanan dan minuman (shaum)." (HR. Bukhari no. 6057, Ibnu Majah no. 1689, dan Ahmad no. 8529).

Sedangkan perbuatan dan ucapan kebodohan dalam hadist di atas adalah setiap perbuatan dan ucapan yang mengandung kemaksiatan akan merusak pahala seseorang. Maka tinggal kembali pada diri  kita sendiri, apakah puasa kita ingin mendapatkan balasan yang besar, atau hanya mendapatkan sebagai rutinitas yang hanya memperoleh rasa lapar dan dahaga ?

Jika menginginkan pahala yang besar maka wajib bagi kita untuk melakukan perubahan dan perbaikan diri dalam mengelola dan mengisi berbagai kegiatan sehari-hari kita agar lebih bermakna. Jangan sia-siakan Ramadhan-mu !

Semoga Allah membimbing kita ke  arah jalan hidup yang mulia dan diridhoi-Nya. Wallahu a’lam bishawab