Jangan Sia-Siakan Ramadhanmu اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا. تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُ...

JANGAN SIA-SIAKAN RAMADHANMU JANGAN SIA-SIAKAN RAMADHANMU

JANGAN SIA-SIAKAN RAMADHANMU

JANGAN SIA-SIAKAN RAMADHANMU



 Jangan Sia-Siakan Ramadhanmu

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا. تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأََشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ ورَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا. وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا.
 اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمِّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ. أَمَّا بَعْدُ.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Pada bulan  Ramadhan telah tercatat dalam sejarah senantiasa mengantarkan umat Islam pada kemenangan, kesuksesan dan kejayaan.  Pada masa Rasulullah SAW, bulan Ramadhan terjadi peristiwa besar berupa kemenangan dalam peperangan yang pertama di tahun 2 H,  yaitu dalam perang Badar. Kemudian beliau juga meraih kemenangan dapat menaklukkan kota Mekkah pada bulan Ramadhan pula di tahun ke-7 H. Bahkan di negeri kita Indonesia, proklamasi kemerdekaan RI juga terjadi di bulan Ramadhan, Hari Jumat, 17 Agustus 1945. Tentu beberapa peristiwa penting  itu bukan merupakan suatu kebetulan saja.

Pada zaman dahulu, Ramadhan benar-benar menjadi momentum untuk menempa fisik dan mental secara intensif. Kemudian lahir jiwa-jiwa pejuang yang siap mengusung tugas besar untuk perbaikan masyarakat. Rasulullah SAW dan para sahabat mengisi ramadhan dengan berbagai amalan shalih dan prestasi.

Kondisi dan zaman saat ini sangat berbeda jauh dengan generasi terdahulu. Banyak diantara ummat Islam hari ini dalam mengisi Ramadhan dengan hal-hal yang kurang bermakna, atau mengarah kepada kesia-siaan, dan bahkan jatuh pada perbuatan dosa. Banyak diantara mereka mengisi waktunya  dalam tiga bagian besar, yaitu: bermalas-malasan dalam beraktivitas karena alasan puasa dan tiduran di siang hari, kemudian makan serba enak dan sekenyang-kenyangnya sebagai pelampiasan lapar setelah puasa seharian; kemudian bergembira mencari hiburan di malam hari. Barangkali inilah kunci mengapa Ramadhan nyaris tak membuat perubahan bagi masyarakat kita saat ini.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Jika ummat islam ingin membuat perubahan pada diri dan masyarakat, haruslah kita belajar dan berjuang untuk meninggalkan berbagai perbuatan sia-sia dan cenderung pada dosa. Karena hal itu akan mengurangi pahala puasa seseorang.

Mengisi Ramadhan dengan banyak tidur
Kita sering mendengar ada sebagian da’i yang menyampaikan bahwa tidur orang yang berpuasa adalah ibadah. Bahkan dikatakan ini adalah sabda Nabi SAW. Sehingga dengan penyampaian semacam ini, orang-orang pun akhirnya bermalas-malasan di bulan Ramadhan bahkan mereka lebih senang tidur daripada melakukan amalan karena termotivasi dengan hadits tersebut. Hadist tersebut berbunyi ;

نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ ، وَصُمْتُهُ تَسْبِيْحٌ ، وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ ، وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ
“Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah. Diamnya adalah tasbih. Do’anya adalah do’a yang mustajab. Pahala amalannya pun akan dilipatgandakan.”

Padahal hadits ini adalah hadits yang dho’if. Syaikh Al Albani dalam Silsilah Adh Dho’ifah no. 4696 mengatakan bahwa hadits ini adalah hadits yang dho’if (lemah).

Sekiranya benar bahwa tidurnya orang berpuasa adalah ibadah, tentu kita tidak akan pernah mendengar kisah betapa bersemangatnya para sahabat dan salafus sholeh dalam menyambut dan mengisi ramadhan. Bukan hanya dengan puasa dan amal kebaikan, bahkan banyak peristiwa jihad juga terjadi pada bulan ramadhan.

Perang Badar dan Fathu Makkah adalah sekian dari banyak kancah jihad yang sukses ditorehkan sebagai kemenangan oleh kaum muslimin. Begitu pula begitu lengkap dalam hadits diungkap kesibukan Rasulullah SAW dan masyarakatnya dalam mengisi Ramadhan. Diibaratkan pula bagaimana beliau mengikat kain sarungnya di sepuluh malam yang terakhir sebagai pertanda kesungguhan dalam ibadah dan mengurangi tidur. Maka semestinya contoh-contoh seperti inilah yang perlu kita tiru dalam mengisi hari-hari Ramadhan ini.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Meski demikian, tidurnya orang yang berpuasa di siang hari dengan tujuan untuk menguatkan badan agar mampu untuk shalat tarawih dan tilawah di malam harinya, maka hal tersebut berpahala dan dinilai ibadah. Ibnu Rajab pun menerangkan hal yang sama, “Jika makan dan minum diniatkan untuk menguatkan badan agar kuat ketika melaksanakan shalat dan berpuasa, maka seperti inilah yang akan bernilai pahala. Sebagaimana pula apabila seseorang berniat dengan tidurnya di malam dan siang harinya agar kuat dalam beramal, maka tidur seperti ini bernilai ibadah.” (Latho-if Al Ma’arif, 279-280)

Pelampiasan saat berbuka
Puasa adalah sarana untuk menahan atau mengendalikan hawa nafsu. Nafsu untuk makan dan minum, berbicara kotor dan ghibah, serta hal-hal yang tidak disenangi islam lainnya. Jika seseorang berhasil dalam menahan nafsu tersebut, maka kehidupannya di bulan Ramadhan akan tambah irit, sehat dan penuh barakah.

Tetapi pada kenyataannya berbeda. Begitu waktu berbuka tiba, berbagai macam makanan tersedia bahkan makanan yang biasanya tidak ada, maka diada-adakan dan hampir semuanya masuk perut. Puasa yang semestinya sebagai sarana pengendalian diri, justru disitu terjadi pelampiasan hawa nafsu dan pemborosan pengeluaran belanja harian.

Akibatnya ia akan merasa kekenyangan sehingga akan mengakibatkan malas untuk shalat magrib, isya’ bahkan shalat tarawihnya terlewatkan. Kalaupun dilaksanakan, dilakukan dengan waktu yang telat, dengan perasaan berat dan terpaksa karena malas akibat kekenyangan. Maka perjuangan puasanya selama siang hari seolah menjadi hampa. Puasa yang dilakukan hanyalah seperti  mengubah, menunda atau mengalihkan waktu makan semata; berubah dari siang hari menjadi malam hari.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Rasulullah SAW telah mencontohkan pada kita tentang cara berbuka puasa. Dalam sebuah hadist disebutkan, dari Salman ibn ‘Aamir, Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا أَفْطَرَ أَحَدُكُمْ فَلْيُفْطِرْ بِالتَّمْرِ فَإْنَّهُ بَرَكَةٌ فَإِنْ لَمْ يَجِدْ تَمْرًا فَالْمَاءُ فَإِنَّهُ طَهُوْرٌ
“Jika salah seorang diantara kalian akan berbuka puasa, maka berbukalah dengan kurma sebab kurma itu berkah, kalau tidak ada maka dengan air karena air itu bersih dan suci. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).

Berbuka puasa dengan cara ini akan membuat badan kita sehat. Sebaliknya, berbuka puasa dengan memakan makanan yang beraneka macam serba enak yang berada di atas meja hingga kekenyangan, akan mengakibatkan lemahnya badan. Akhirnya timbul kemalasan hingga luput darinya berbagai kebaikan di malam bulan Ramadhan. Esensi dari puasa ramadhan itu menjadi terlewatkan.

Ngabuburit
    Istilah ‘ngabuburit” secara lengkap diambil dari kalimat "ngalantung ngadagoan burit" yang memiliki arti bersantai-santai sambil menunggu waktu sore. Menunggu waktu sore saat berbuka puasa.

Kini tradisi menunggu waktu buka puasa dan jalan jalan pagi setelah shalat subuh, telah merambah ke seluruh pelosok daerah. Mereka berkumpul atau bergerombol di pinggir jalan ataupun di tempat umum seperti di pasar atau mall, lapangan olahraga, dan sebagainya. Para remajanya ada yang usil mengganggu orang lain, ada yang melemparkan mercon (petasan ) kepada pengendara kendaraan yang lewat. Mereka berkumpul-kumpul mengisi waktu untuk sekedar iseng dan mencari hiburan diri selama ramadhan, dengan satu alasan: untuk “membunuh kesepian.”

Alangkah baiknya jika dalam menunggu waktu berbuka dan sehabis sholat isya’ (tarawih), atau selepas sholat shubuh,  bisa dipakai untuk hal yang lebih baik manfaatnya; misal membantu keperluan dan pekerjaan orang tua; atau diisi dengan ibadah zikir, baca qur’an, mendengar ceramah dan hal lainnya yang bermanfaat. Bukan dengan berbagai amalan yang tidak selaras dengan nilai ajaran Islam mengarah kepada ‘lagha’ atau kesia-siaan dan dapat merusak nilai puasa kita.

Masih banyak lagi perbuatan sia-sia seperti main Hp/smartphone, nonton TV, main catur, kartu domino,  bermain game online atau playstation, mendengar musik dan semacamnya dengan dalih untuk menghilangkan kejenuhan sambil mengisi waktu luang menunggu waktu berbuka puasa.  Semua ini semestinya mulai dikurangi atau ditinggalkan saja, agar puasanya menjadi lebih berkualitas dan dapat diterima disisi Allah Ta’ala. Rasulullah SAW bersabda ;

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ وَالْجَهْلَ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
"Barangsiapa tidak meninggalkan ucapan dusta, perbuatan dusta, dan (ucapan atau perbuatan) kebodohan, niscaya Allah tidak memerlukan usaha dirinya dalam meninggalkan makanan dan minuman (shaum)." (HR. Bukhari no. 6057, Ibnu Majah no. 1689, dan Ahmad no. 8529).

Sedangkan perbuatan dan ucapan kebodohan dalam hadist di atas adalah setiap perbuatan dan ucapan yang mengandung kemaksiatan akan merusak pahala seseorang. Maka tinggal kembali pada diri  kita sendiri, apakah puasa kita ingin mendapatkan balasan yang besar, atau hanya mendapatkan sebagai rutinitas yang hanya memperoleh rasa lapar dan dahaga ?

Jika menginginkan pahala yang besar maka wajib bagi kita untuk melakukan perubahan dan perbaikan diri dalam mengelola dan mengisi berbagai kegiatan sehari-hari kita agar lebih bermakna. Jangan sia-siakan Ramadhan-mu !

Semoga Allah membimbing kita ke  arah jalan hidup yang mulia dan diridhoi-Nya. Wallahu a’lam bishawab

0 Comments: