Tampilkan postingan dengan label Agustus. Tampilkan semua postingan

MERAIH BAHAGIA BERSAMA KELUARGA Oleh Ust. M. Fajar Sidik اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَه...

MERAIH BAHAGIA BERSAMA KELUARGA MERAIH BAHAGIA BERSAMA KELUARGA

Khutbah Jumat

Agustus


MERAIH BAHAGIA BERSAMA KELUARGA
Oleh Ust. M. Fajar Sidik

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيداً
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ.
 اَللهُمَّ صَلِّ وَسَلّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن. اَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ، اُوْصِيْكُمْ وَاَيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
  قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Saat ini kita masih dalam masa hari raya Qurban, sangat tepat kiranya kita memberikan perhatian besar terkait keluarga, apalagi  baru saja ada momentum Hari Keluarga pada tanggal 29 Juni kemarin.

Di antara nikmat yang harus kita syukuri dalam kehidupan ini adalah keberadaan keluarga yang menjadi tempat awal pembelajaran hidup setiap manusia. Setiap orang pasti menginginkan punya keluarga yang bisa menjadi tempat belajar tentang kehidupan sekaligus tempat beristirahat, bercengkrama, dihiasi dengan tawa bahagia, dan harmonis dalam kehidupan sehari-harinya.  

Wujud bangsa sesungguhnya adalah kumpulan dari keluarga-keluarga, sehingga bisa dikatakan bahwa keluarga adalah pondasi bangsa. Bila kondisi keluarga-keluarga itu rukun, tenang dan tentram, maka begitu juga dengan kondisi bangsa. Sebaliknya bila kondisinya kacau, ruwet dan amburadul, maka dapat dipastikan, keadaan bangsa juga sedang dalam bermasalah yang serius.

Keluarga ideal sesungguhnya adalah keluarga yang damai tentram, harmonis dan dipenuhi kebahagiaan. Damai tentram karena didasari oleh cinta dan kasih sayang. Harmonis karena hubungan antara suami-isteri, orang tua-anak terjalin erat dan saling mengisi. Bahagia karena harapan-harapan dari seluruh anggota keluarga dapat terpenuhi dan tercukupi.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Dalam satu hadits diriwayatkan bahwa mengurus keluarga sehari-hari dengan layanan terbaik merupakan suatu perkara yang harus dijadikan prioritas seorang muslim:

عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى
“Aisyah radhiyallāhu ‘anhā berkata, 'Rasulullah saw bersabda, ‘Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku.’” (HR Tirmidzi)

Hadits ini menunjukkan adanya prioritas dari Rasulullah tentang aktivitas seseorang terhadap keluarganya. Banyak laki-laki dan wanita-wanita tangguh terlahir dari keluarga yang harmonis, demikian pula tidak sedikit anak-anak yang berprestasi dididik dalam lingkungan keluarga yang kokoh.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Dalam keluarga yang kokoh, para orangtuanya memiliki perhatian besar pada kepentingan masa depan anak cucu sebagai penerus keturunannya. Hal ini sebagaimana dituliskan dalam Al-Qur’an:

حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحاً تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
 
“Dan ketika umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo`a: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni`mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri". (Qs. Al Ahqaf 15)

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,,
Bagaimana cara mewujudkan keluarga yang harmonis dan tangguh?
Pertama, Mendasari kehidupan rumah tangga dengan nilai ajaran agama.

Keluarga yang berdiri di atas pondasi agama. Setiap anggota keluarganya memiliki kesadaran dalam menjalankan ajaran agama. Anak-anaknya dididik untuk mengenal dan mencintai agamanya, sebab hal itu menjadi kewajiban orang tua. Bila tidak mampu, sepatutnya orangtua menyerahkan pendidikan anak kepada guru, ustadz atau kyai yang mampu melakukannya. Ini seperti perintah al-Qur’an dalam Surat at-Tahrim (66) ayat 6:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
"Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu..." (QS. at-Tahrim [66]: 6)

Tentu tidak cukup sekedar anak diberi tahu, tetapi orang tua wajib terus merawat, mengingatkan dan memantau kebenaran akidah, pengamalan ibadah dan adab ataupun etika keseharian anak.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Kedua, para orang tua menjadi panutan atau contoh nyata bagi anak, baik dalam perilaku keseharian, pengamalan ajaran keagamaan, maupun keluarga dan kehidupan sosial kemasyarakatan. Bila orang tua menyuruh anak jamaah ke masjid, sudah barang tentu karena orang tua juga berangkat ke masjid.  Bila orangtua ingin anaknya menjadi sholeh, maka orangtua juga menunjukkan bagaimana perilaku sholeh sehari-hari yang dibuktikan dalam keluarganya.

Satu teladan atau contoh perbuatan nyata lebih baik daripada seribu nasehat. Dan Allah mengingatkan agar kita memiliki perilaku yang sejalan dengan ucapan.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ ﴿٢﴾ كَبُرَ مَقْتاً عِندَ اللَّهِ أَن تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ ﴿٣﴾
“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.” (Qs As Shaf: 2-3)

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Ketiga, Senantiasa mendoakan keluarga agar diberi kemudahan, kelancaran dan kesuksesan dalam segala usaha, dan kebaikan dalam perilakunya.
Kita diperintahkan untuk senantiasa berdoa seperti misalnya yang tertuang dalam Al-Qur’an surat al-Furqan ayat 74:

 وَٱلَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَٰجِنَا وَذُرِّيَّٰتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَٱجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
&“Dan orang-orang yang berkata, ‘Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati (kami), dan jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa’,”_
 
Apalagi jika doa-doa itu disertai dengan “laku tirakat” seperti orang Jawa, atau riyadlah dalam istilah pesantren. Maksudnya adalah melakukan ritual tertentu untuk menggapai sesuatu dengan jalan mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Seperti melakukan puasa Senin Kamis, shalat malam, atau membaca al-Qur’an. Hal ini sebagai wasilah atau perantaraan, yang buahnya akan dipetik oleh anak-cucu. Allah berfirman dalam surat al-Ma’idah (5) ayat 35

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَابْتَغُوْٓا اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوْا فِيْ سَبِيْلِهٖ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ٣٥
"Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, carilah wasilah (jalan untuk mendekatkan diri) kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya agar kamu beruntung." (QS.  al-Ma’idah [5]: 35)

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Upaya-upaya tersebut bila dilakukan oleh orang tua tentu akan menjadikan hubungan batin yang dekat dan erat antara anak dan orang tua. Kadang orang tua sudah berusaha mendidik sedemikian rupa, tetap saja anak susah mengerti, acuh, ngeyel bahkan menentang orangtua. Menghadapi hal seperti ini, sepatutnya orang tua mengadu kepada Allah yang menciptakannya, dengan harapan Allah akan memberi bimbingan yang terbaik pada anak kita.

Dalam momentum Idul Qurban saat ini kita bisa mengambil ibrah (pelajaran), bagaimana di saat Nabi Ibrahim as mendapat perintah dari Allah untuk menyembelih anaknya, yaitu Ismail? Maka sang anak, yang telah memperoleh bimbingan agama yang baik dan landasan kasih sayang yang cukup, mentaati dan tidak memberontak pada kata-kata atau perintah orangtuanya. Inilah potret keluarga yang tangguh.

Semoga kita senantiasa dikaruniai keluarga yang terbaik oleh Allah swt. Keluarga yang senantiasa harmonis, tersemai dan tumbuh nilai-nilai agama di dalamnya, saling mencintai dan menjaga satu sama lain, jauh dari kekerasan dalam rumah tangga, serta menjadi pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa. Demikianlah khutbah yang bisa khatib sampaikan, semoga bermanfaat. Amin
 
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

Khutbah II

الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ،  أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمِّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
أَمَّا بَعْدُ؛ عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، فَاتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ،
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيننَا اَلَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَا نَا اَلَّتِي فِيهَا مَعَاشنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا اَلَّتِي إِلَيْهَا مَعَادنَا وَاجْعَلْ اَلْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلْ اَلْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ.  
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ.
رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

 NGGAYUH KABUNGAHAN BEBARENGAN KULAWARGA Dening : Ust. M. Fajar Sidik اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقّ...

NGGAYUH KABUNGAHAN BEBARENGAN KULAWARGA NGGAYUH KABUNGAHAN BEBARENGAN KULAWARGA

Khutbah Jumat

Agustus


 NGGAYUH KABUNGAHAN BEBARENGAN KULAWARGA
Dening : Ust. M. Fajar Sidik

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيداً
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ.
 اَللهُمَّ صَلِّ وَسَلّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن. اَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ، اُوْصِيْكُمْ وَاَيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
  قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Saat menika kita taksih ing salebeting wekdal hari raya Qurban, sae sanget kita gina-aken kagem paring kawigatosan ageng tumrap perkawis kulawarga, menapa malih nembe kemawon wonten prastawa “Hari Keluarga” ing tanggal 29 Juni kapengker.

Ing antawisipun nikmat ingkang kedah kita syukuri ing salebeting gesang menika inggih wontenipun kulawarga, ingkang minangka papan sepisanan tumrap kita sedaya pikantuk piwucal gesang salebting bebrayan.  Saben tiyang mesthi wonten pepenginan nggadhahi kulawarga ingkang saget dados papan nggegulang dhiri lan pasinaon bab panggesangan, sinambi dados papan mirunggan kagem ngaso, kanthi dipun sartani esem lan geguyon kebak ing kabingahan, lan kahanan harmonis ing padintenanipun.

Dumadosipun bangsa saestu kedadosan saking kumpulanipun kulawarga-kulawarga, sahingga saget dipun sebat bilih kulawarga menika minangka pondasinipun bangsa. Menawi kahananing kulawarga menika sami rukun, ayem tentrem, pramila mekaten ugi kahananipun bangsa. Nanging suwalikipun, menawi kahananipun kulawarga ‘horeg’, ruwet utawi amburadul, pramila saget dipun pesthik-aken biloh kahananing bangsa nembe nandhang masalah awrat.

Kulaarga ideal saestunipun inggih kulawarga ingkang ayem tentrem, harmonis lan kebak kabingahan. Ayem tentrem jalaran dipun lambari raos asih tresna. Harmonis keranten pesrawungan antawisipun suami-isteri, tiyang sepuh lan putra saget rumaket lan njangkepi. Bingah amergi panjangka saking anggota kulawarga saget ginayuh lan kacekapan.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Ing salebeting hadits dipun sebataken bilih ngurus utawi nyekapi kabetahan kulawarga kanthi lampah ingkang sae mujudaken perkawis ingkang kedah dipun tengenaken dening tiyang muslim:

عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى
“Aisyah radhiyallāhu ‘anhā matur, 'Rasulullah saw paring sabda, ‘Sabecik-becike wong ing antarane sira yaiku wong kang paling bacik marang kulawargane, lan Ingsun (nabi) minangka wong kang paling becik marang kulawargaku.’” (HR Tirmidzi)

Hadits menika nedahaken bilih perkawis nyekapi betahing kulawarga dados bab ingkang dipun tengenaken minangka “prioritas”. Kathah pria lan wanita sukes lan sembada, tangguh tuwuhipun sakinh kulawarga ingkang harmonis;mekaten ugi mboten sekedhik lare ingkang nggayuh prestasi asalipun saking kulawarga ingkang bakoh.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,,
Ing salebeting kulawarga ingkang bakoj, para tiyang sepuh paring kawigatosan ingkang ageng tumrap “masa depan” putra lan wayahipun. Bab  mekaten kados ingkang ing kitab suci Al-Qur’an:

حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحاً تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
 
“Lan nalika umure tekan patang puluh tau, dheweke ndonga: "Dhuh Allah, mugi paring pitedah ing kawula saget tansah ngaturaken syukur ing nikmat peparing Paduka ing kawula, lan ing tiyang sepuh kawula kekalihipun, lan mugi kawula saget nindak-aken amal saleh ing Paduka ridhai; mugi Paduka kersa paring kesaenan tumrap putra wayah kawula. Saestu kawula mertobat dhumateng Paduka Allah, lan saestu kawula kalebet golonganipun tiyang ingkang midherek (pasrah)". (Qs. Al Ahqaf 15)

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,,
Kados pundi lampahipun nggayuh kulawarga ingkang harmonis lan tangguh?
Sepisan, Kulawarga dipun dhasari kanthi piwucaling agami.

Kulawarga ingkang madeg kanthi pondasi agami ingkang sae. Sedaya naggota kulawarga nggadhahi raos tansah emut nindak-aken piwucaling agami. Para putra dipun dhidhik kenal lan remen ing agaminipun, sebab menika minangka kuwajibanipun tiyang sepuh. Menawi mboten sanggup, para tiyang sepuh prayoginipun pasrah dhumateng para guru,  ustadz utawi kyai ingkang mampu ngleksana-ken tugas menika.Ingkang mekaten dados dhawuhipun Al-Qur’an ing Surat at-Tahrim (66) ayat 6:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
"Hei wong kang padha iman,  jaganen awakmu lan kulawrgamu saka bebayani geni neraka, kang urup-urupe kedaden saka manungsa lan watu..." (QS. at-Tahrim [66]: 6)

Temtu kemawon mboten cekap namung kanthi ucapan piwucal, nanging para tiyang sepuh kedah tansah ngguawenthah, ngawat-awati, niti priksa leresipun akidah, pengamalan ibadah lan adab utawi etika padintenanipun anak.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Kaping kalih, para tiyang sepuh kedah dados panutan utawi patuladhan nyata tumrap anak. Sae menika ing tindak lampah pedintenan,  nalika ngamalaken piwucaling agami, utawi ing satengahing kulawarga lan pesrawungan masyarakat.

Menawi tiyang sepuh ndahwuhi anak supados sholat jamaah ing masjid, mesthu kemawon jalaran tiyang sepih ugi tindak ing masjid. Menawi tiyang sepuh kepingin putranipun dados sholeh, pramila tiyang sepuh ugi nedahaken kanthi tumindak “kados pundi tumindak sholeh padintenan ing satengahing kulawarganipun.
Satunggaling patuladan utawi conto amal tumindak ingkang nyata langkung sae tinimbang sewu nasehat. Lan Allah sampun paring pemut amrih kita nggadhahi amal tumindak ingkang selaras kaliyan ucapan (pangendikan).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ ﴿٢﴾ كَبُرَ مَقْتاً عِندَ اللَّهِ أَن تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ ﴿٣﴾
“Hei wong kang padha iman, ngapa sira ngucapkan apa kang ora sira tindak-ake? Banget gedhe dukane ing ngersane Allah dene sira ngucapake apa-apa kang ora ditindak-ake.” (Qs As Shaf: 2-3)

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Kaping tiga, Tansah ndonga-aken tumrap kulawarga amrih dipun paring margi ingkang gampil, lancar lan kasil ing sawernaning urusan pakaryan, lan kesaenan ing amal tumindakipun.

Kita dipun dhawuhaken amrih tansah ndonga, kadosdene ingkang kaserat ing  Al-Qur’an surat al-Furqan ayat 74:

 وَٱلَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَٰجِنَا وَذُرِّيَّٰتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَٱجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Lan wong-wong kang padha matur (ndonga), ‘Dhuh Gusti Allah, mugi paduka paring nugraha ing kawula garwa lan anak turun kawula minangka pepaes ingkang ngremenaken ing peningal, lan kadadosna kawula minangka pemimpin tumrap tiyang-toyang ingkang takwa’,”

Linangkung maleh menawi donga-donga menika dipun sartani kanthi “laku tirakat” kadosdene umumipun tiyang Jawi, utawi riyadlah ing istilah pesantren. Maksudipun inggih kanthi nindakaken amalan ritual kagem nggayuh satunggaling panjangka kagem nyaket (dhdhepe) dhumateng Allah Ta’ala. saumpami kanthi nindak-aken puasa Senin Kamis, shalat ndalu, utawi maos al-Qur’an.

Ingkang kados mekaten miangka wasilah utawi lantaran, ingkang kasilipun bakal dipun tampi dening putra wayah. Allah paring firman ing surat al-Ma’idah (5) ayat 35:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَابْتَغُوْٓا اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوْا فِيْ سَبِيْلِهٖ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ٣٥
"Hei wong kang padha iman, takwa-o sira marang Allah, ngupadi-o wasilah (dalan kanggo nyaket, dhedhepe) marang Panjenengane Allah, lan nindakno jihad ing dedalane Allah amrih sira antuk kabegjan" (QS.  al-Ma’idah [5]: 35)

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Tindak mekaten minangka pambudidaya menawi dipun lampahi dening para tiyang sepuh temtu bakal dados srananipun tuwuh “tali batin” ingkang caket lan kiyat antawisipun tiyang sepuh lan putra.

Awit kadhang kala wonted tiyang sepuh sampun paring panggulawenthah (ndhidhik) kanthi mekaten awrat, nanging tetep kemawon anak menika angel mangertos, mboten perduli, ngeyel (mbandel), malah wonten ingkang nglawan (mengsahi) toying sepuhipn. Ngadhepi perkawis ingkang kados mekaten, prayoginipun para tiyang sepuh “wadul” lan pasrah dhumateng Allah ingkang murba-wasesa, kanthi panyuwun mugi Allah bakal paring pitedah ingkang sak sae-saenipun ing anak kita.
Ing wekdal Idul Qurban saat menika kita saget mendhet ibrah (piwucal), kados pundi nalikanipu kanjeng Nabi Ibrahim as nampi dhawuh saking Allah ta’ala supados nyembelih putranipun, inggih Ismail? Pramila sangputra, igkang sampun nampi piwucal agami ingkang sae lan lambaran asih tresna ingkang cekap, midherek ing dhawuh lan mboten nglawan dhumateng pangendikan utawi dhawuhipun tiyang sepuh. Inggih kados mekaten potret utawi gegambaranipun kulawarga ingkang tangguh.

Mugi-mugi kita tansah pinaringan kulawarga ingkang paling sae saking Allah SWT. Kuawarha ingkang tansah harmonis, tuwuh lan ngrembaka piwulcaling agami, sami tresna-tinresnan, lan tansah njagi setunggal dhumateng sanesipun, tinebih saking laku kasar, sarta saget dados pemimpin tumrap tiyang ingkang sami takwa. Mekaten khutbah ingkang saget kawula aturaken ing saat menika, mugi manfaat. Amin
 
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

Khutbah II

الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ،  أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمِّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
أَمَّا بَعْدُ؛ عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، فَاتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ،
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيننَا اَلَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَا نَا اَلَّتِي فِيهَا مَعَاشنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا اَلَّتِي إِلَيْهَا مَعَادنَا وَاجْعَلْ اَلْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلْ اَلْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ.  
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ.
رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

 WASPADA MARANG PIWULANG SASAR Dening: Ust. Amirul Musthofa _KHUTBAH I_ اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَنْزَلَ عَلَى عَبْدِهِ آيَاتٍ بَيِّنَات...

WASPADA MARANG PIWULANG SASAR WASPADA MARANG PIWULANG SASAR

Khutbah Jumat

Agustus


 WASPADA MARANG PIWULANG SASAR
Dening: Ust. Amirul Musthofa

_KHUTBAH I_

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَنْزَلَ عَلَى عَبْدِهِ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ لِيُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ،
 أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مَحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِين، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن، أَمَّا بَعْدُ:
 فَيَا عِبَادَ الله، اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَلاَ تَـمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون،
 قَالَ اللهُ تَعَالَى َأَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم: وَأَنَّ هَـذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيماً فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُواْ السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
 
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Saben tiyang muslim kedah tansah njagi raos iman takwanipun kanthi leres, lan sampun ngantos waton nampi utawi pitados dhumateng ingkang dipun tampi, jalaran bab menika saget ndadosaken kita nandhang sasar saking piwucal ingkang leres.

Ing satengahing masyarakat muslim, kita saget manggihi wontenipun ajaran utawi aliran agami ingkang nyimpang (nalisir) saking paugeran, saumpaminipun wonten paham Islam ingkang ngarah ing tumindak terorisme, aliran Salamullah (Lia Eden), Gafatar, inkarus sunnah, Syi’ah lan sanes-sanesipun. Lan ing saat menika nembe wonten satunggal masalah ingkang “ubur’” dados pocapan (kembang lambe) dados viral inggih kasus pondok al Zaitun.

Aliran utawi paham ingkang nyimpang saget dipun alami dening sinten kemawon; wiwit saking masyarakat tradisional utawi modern, ingkang pendidikan andhap utawi inggil. Saking rakyat biasa ingkang gesang sarwa prasojo, utawi golonganing priyayi (ningrat) ingkang sarwa moncer (mewah).
Kita dipun emutaken dening Allah SWT amrih ngatos-atos nglampahi piwucaling agami, sampun ngantos lumampah ing margi ingkar sasar.

وَأَنَّ هَـذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيماً فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُواْ السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Lan  (agama Islam) iki minangka dalan-Ingsun kang jejeg, mangka sira padha midherek-o; lan sira ojo manut ing dalan-dalan liyane, jalaran iku mau kabeh bakal ndadek-ake  sira  pecah belah sangka dalan bener iku, kang mengkono iku kadhawuhake Allah tumrap sira amrih padha takwa.” (Qs. Al An’am: 153)
 
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Biasanipun tiyang ingkang kapilut ing piwucal sasar (nyimpang) menika dipun jalari saking pepenginan ingkang ageng sanget kagem ngamalaken piwucal agami ing lampah gesang padintenan, nanging ngelmu (sesrepan) bab agami taksih sekedhik (minim). Kadangkala, ing piwucal ingkang nyimpang menika dipun doktrin wontenipun keyakinan khusus kanthi mencut-aken, ndamel yakin lan benten kaliyan piwucal sanes ingkang mayoritas.

Biasanipun piwucal nyimpang menika bakal ketingal lan dipun raosaken ing wujud amal tmindak padintenan ingkang ndadosaken para pandhemen (anggota) minangka pendherekipun menika  nebihi masyarakat (nyingkir saking pesrawungan, a-sosial), wonten kesan ‘eksklusif’, aneh, nyeleneh utawi asing.
Perkawis ingkang mekaten saget mbebayani, jalaran ajaran nyimpang utawi sesat menika gampil  nggadhahi penganggep bilih tiyang sane sing sak njawining kelompokipun minangka pihak ingkang lepat , utawi malah dados kafir. Piyambakipun saget nindak-aken lampah terorisme lan “nggembol” pepenginan kagem mandhireng pribadi minangka panguwaos kados negari umpaminipun. Bab ingkang mekaten menika temtu mbebayani tumrap masa depan persatuan lan kesatuan bangsa.
 
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Allah SWT paring dhawuh ing kita supados tansah gondhelan kanthi kenceng ing talinipun agami:

وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعاً وَلاَ تَفَرَّقُواْ
“Lan supaya sira kabeh padha cecekelan ing tali (agamane) Allah, lan ojo pecah belah, ..”  (Qs Ali ‘Imran: 103).

Majelis Ulama Indonesia (MUI) sampun paring arahan wontenipun sedasa (10) rambu-rambu tumrap umat Islam amrih waspada, menawi wonten satungaling piwucal (aliran) enggal lan benten kaliyan umumipun ing masyarakat. Rambu-rambu menika antawisipun:

1. Selak (mboten nampi),  nambah utawi ngirangi sebagian saking rukun iman lan rukun Islam.
2. Ndhereki akidah ingkang mboten selaras kaliyan dalil syar'i, inggih Al-Qur’an lan Sunnah.
3. Nafsiraken Al-Qur’an tanpa dhasar kaidah-kaidah tafsir, namung piandel ing bebasipun akal penggalih lan nuruti hawa nepsu.
4. Ngirangi, nambah utawi ngowahi pokok-pokok ibadah
5. Gampil nganggep kafir dhumateng pihak sanes ingkang sak njawining golonganipun

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Kados pundi caranipun kita ngadhepi amrih mboten dados korbanipun ajaran utawi paham ingkang nyimpang utawi sesat menika?
Sepisan, nyuwun priksa dhumateng tiyang ingkang ahli, inggih guru utawi ulama ingkang jelas sanad, asal-usul, track record utawi riwayatipun.
Allah subhanahu wata’ala paring firman:

…  فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“… Mangka padha takon-o marang wong kang nduweni ngelmu menawa sira ora padha mangerti. (Q.S.An Nahl: 43).

Perkawis ahli ing jagading ngelmu mboten namung dipun petang saking wontenipun ‘gelar’ utawi titel sarjana, nanging ugi kados pundi paham utawi nalar penggalihipun menapa selaras kaliyan paham ahlus sunnah wal jama’ah ingkang dipun kenal umumipun ing satengahing masyarakat, menapa malih dipun tampi dening pemerintah. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam paring sabda:

إِذَا وُسِدَ الأَمْرُ إلى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ
“Menawa sawijining perkara dipasrahake marang wong kang  dudu ahline,  mangka tunggunen kiamate (rusake)” (HR. Bukhari).
 
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,,
Kaping kalih, ngginak-aken nalar kritis lan raos ing manah kagem nyinau (ngonceki) amrih saget saestu mengertos jatining ngelmu, informasi utawi ajaran ingkang dipun tampi; menapa tinemu ing nalar utawi mboten.
Kita sampun ngantos namung ela-elu, sebab sedaya perkawis samangke bakal dipun pundhuti tanggel jawabipun. Bab menika Allah SWT sampun paring pemut:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ_ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
“Lan sira ojo midherek ing perkara kang sira dhewe ora mangerti. Satemene kuping, mripat lan ati kabeh iku bakal dipundhuti tanggungjawabe” (Q.S. Al Isra: 36).

Awit saking menika kita perlu menggalihaken, nimbang-nimbang lan ngraosaken piwucal ingkang kita tampi. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ngendika-aken bilih ‘ati’ menika saget paring pertimbangan tumrap kita ing perkawis sae lan awon.

Ing setunggaling wekdal, wonten shahabat Nabi ingkang name Wabishah Bin Ma’bad r.a. sowan dhumateng Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Tumuli Rasulullah ngendika:

جِئْتَ تَسْأَلُ عَنِ الْبِرِّ؟ قُلْتُ: نَعَم. قَالَ: اِسْتَفْتِ قَلْبَكَ. اَلْبِرُّ مَااطْمَأَنَّ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ. وَالْإِثْمُ مَاحَاكَ فِي النَّفْسِ وَ تَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ وَأَفْتَوْكَ
“Apa sira sowan kanggo nuwun priksa ing perkara kabecikan?” Aku (Wabishah) matur: ”Leres”. Banur Kanjeng Nabi ngendika: “Njaluka fatwa (panemu) ing atimu. Kabecikan iku mujudake apa wae kang bisa nggawe tentrem ing ati lan batinmu. Dene laku dosa, mujudake apa wae kang njalari ati goreh lan kuwatir, senadyan akeh wong kang nduwe panemu yen perkara iku minangka kabecikan” (H.R. Ahmad)
 
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,,
Kaping tiga, srawung dhumateng masyarakat. Bab menika kangge ndamel kenthek lan rumaketipun ukhuwah lan amrih saget sami tulung tinulung ing kabecikan. Mekaten ugi menawi woten tumindak lepat, badhe wonten pihak sanes ingkang bakal paring pemut lan ngleresaken, amrih kita mboten nandhang sasar ingkang tansaya tebih.

Asring kelampah, aliran sesat ndadosaken tiyang ingkang “ndheweki” mboten srawung ing masyarakat muslim minangka sasaran korbanipun.  Pramila supados kita saget uwal saking pengaruhipun aliran sesat menika kanthi srawung kaliyan masyarakat lan manunggal kaliyan jama’ah ipun kaum Muslimin. Langkung sae malih ndherek organisasi ingkang resmi lan dipun akeni dening pemerintah.
Rasulullah SAW paring pemut bebayanipun menawi wonten tiyang Muslim remen ndheweki lan mboten nyawiji kaliyan jama’ah kaum Musimin :

فَعَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ، فَإِنَّمَا يَأْكُلُ الذِئْبُ مِنَ الْغَنَمِ اْلقَاصِيَةَ
“Prayogane sira melu jama’ah, jalaran serigala (asu ajak) iku mung bakal mangsa wedhus kang kepisah (ndheweki) sangka kumpulan kancane.” (HR. Abu Daud).
 
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Cara ingkang pungkasan, inggih menika ndedonga amrih dipun paring pitedah ingkang leres lan katebihaken saking perkawis ingkang bathil, ing antawisipun dinga ingkang dpun tuntunsaken inggih menika :

اللهُمَّ أَرِنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ
“DhuhGusti Allah, mugi paring pitedah ing kawula, perkawis ingkang hak (lere) menika tetep hak (leres) lan maringono kekiyatan ing kawula saget ndhereki, lan kapitedahno kawula perkawis ingkang  bathil (lepat) menika tetp bathil (lepat), lan maringono kekiyatan ing kawula saget nebihi”.

Mekaten atur khutbah ing dinten menika, mugi-mugi Allah subhanahu wataala tansah ngayomi ing kita saking sawernaning piwucal ingkang sasar, sarta nuntun kita tumuju ing margi ingkang leres. Amiin…

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ

Khutbah II

الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ،  أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمِّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
أَمَّا بَعْدُ؛ عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، فَاتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ،
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيننَا اَلَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَا نَا اَلَّتِي فِيهَا مَعَاشنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا اَلَّتِي إِلَيْهَا مَعَادنَا وَاجْعَلْ اَلْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلْ اَلْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ.  
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ.
رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.l

 MEWASPADAI ALIRAN SESAT Oleh: Ust. Amirul Musthofa Khutbah Pertama اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَنْزَلَ عَلَى عَبْدِهِ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ لِ...

MEWASPADAI ALIRAN SESAT MEWASPADAI ALIRAN SESAT

Khutbah Jumat

Agustus


 MEWASPADAI ALIRAN SESAT
Oleh: Ust. Amirul Musthofa

Khutbah Pertama

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَنْزَلَ عَلَى عَبْدِهِ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ لِيُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ،
 أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مَحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِين، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن، أَمَّا بَعْدُ:
 فَيَا عِبَادَ الله، اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَلاَ تَـمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون،
 قَالَ اللهُ تَعَالَى أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم: وَأَنَّ هَـذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيماً فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُواْ السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Setiap muslim harus senantiasa memelihara nilai keimanan secara benar, dan jangan asal menerima atau beriman (percaya) segala sesuatu yang didengarnya, sebab hal itu dapat menyesatkannya dari jalan kebenaran.

Di tengah masyarakat muslim, kita menjumpai adanya ajaran atau aliran agama yang menyimpang, misalnya ada paham Islam yang mengarah pada tindak terorisme, aliran Salamullah (Lia Eden), Gafatar, inkarus sunnah, Syi’ah dan aliran-aliran lainnya. Dan satu masalah hangat yang saat ini sedang viral mencuat adalah fenomena pondok al Zaitun.

Aliran yang menyimpang bisa menerpa siapapun; mulai dari masyarakat tradisional maupun modern, yang berpendidikan rendah ataupun tinggi. Dari rakyat kelas bawah yang hidup sederhana ataupun kelas atas yang serba mewah.

Kita diingatkan oleh Allah SWT agar berhati-hati dalam menjalani kehidupan beragama, jangan sampai menempuh jalan yang sesat.

وَأَنَّ هَـذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيماً فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُواْ السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“dan  ini adalah jalan-Ku yang lurus (yaitu Islam), maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.” (Qs. Al An’am: 153)

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Pada umumnya, orang yang terpapar aliran menyimpang ini disebabkan karena dorongan semangat yang tinggi untuk merealisasikan ajaran agama yang bisa langsung dirasakan dalam kehidupan sehari-hari, sementara pengetahuannya tentang agama masih sangat minim. Kadangkala, dalam ajaran yang menyimpang itu ditanamkan adanya keyakinan tertentu yang tampak menarik, meyakinkan dan berbeda dari  ajaran lainnya yang mayoritas.

Biasanya keyakinan menyimpang ini akan tampak dan dirasakan pada bentuk perilaku sehari-hari yang menjadikan para pengikutnya terpisah dengan masyarakat (mengisolir diri, a-sosial), terkesan eksklusif, aneh, nyeleneh atau asing.

Hal yang berbahaya, adalah ajaran menyimpang atau sesat ini mudah menganggap orang di luar kelompoknya sebagai pihak yang salah, atau bahkan kafir. Mereka bisa melakukan bentuk tindakan terorisme dan memiliki agenda tersembunyi untuk memiliki kekuasaan tersendiri dalam bentuk negara. Hal semacam ini membahayakan masa depan persatuan dan kesatuan bangsa.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Allah SWT memerintahkan kita untuk tetap berpegang teguh pada tali agama dengan  kuat:

وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعاً وَلاَ تَفَرَّقُواْ
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, ..”  (Qs Ali ‘Imran: 103).

Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah memberikan sepuluh (10) rambu-rambu bagi umat Islam agar mewaspadai bila ada suatu ajaran yang baru dan berbeda dengan mayoritas, sebagian diantaranya antara lain:

1. Mengingkari,  menambah atau mengurangi sebagian dari rukun iman dan rukun Islam.
2. Meyakini akidah yang tidak sesuai dengan dalil syar'i, yakni Al-Qur’an dan Sunnah.
3. Menafsirkan  Al-Qur’an tanpa berdasar kaidah-kaidah tafsir, hanya mengandalkan kebebasan akal dan hawa nafsu.
4. Mengurangi, menambah atau mengubah pokok-pokok ibadah
5. Mudah mengkafirkan pihak lain yang berada di luar kelompoknya

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Bagaimana cara menangkal agar kita tidak terpapar ajaran menyimpang atau sesat ini?

Pertama, bertanya kepada orang yang ahli, yaitu guru atau ulama yang jelas sanad, asal-usul, track record atau riwayatnya.

Allah subhanahu wata’ala berfirman:
…  فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“… Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. (Q.S.An Nahl: 43).

Keahlian dalam bidang ilmu tidak hanya dilihat dari gelar atau titel kesarjanaan, melainkan juga bagaimana paham atau orientasi pemikirannya apakah sesuai dengan paham ahlus sunnah wal jama’ah yang dikenal kebenarannya secara mayoritas, apalagi diakui oleh pemerintah. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

إِذَا وُسِدَ الأَمْرُ إلى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ
“Apabila suatu perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancurannya” (HR. Bukhari).

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Kedua, menggunakan daya kritis nalar dan perasaan untuk mencerna dan memahami setiap ilmu pengetahuan, informasi atau ajaran yang diterima; apakah masuk akal atau tidak.

Kita jangan asal ikut-ikutan, sebab semua perkara nantinya akan dimintai pertanggungjawaban, hal ini sebagaimana peringatan Allah SWT :

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya” (Q.S. Al Isra: 36).

Maka kita perlu memikirkan, merenungkan dan merasakan ajaran yang didapatkan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjelaskan bahwa hati mampu memberikan pertimbangan kepada kita tentang hal yang baik dan hal yang buruk.

Suatu saat, seorang shahabat Nabi bernama Wabishah Bin Ma’bad r.a. datang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Kemudian Rasulullah bersabda:

جِئْتَ تَسْأَلُ عَنِ الْبِرِّ؟ قُلْتُ: نَعَم. قَالَ: اِسْتَفْتِ قَلْبَكَ. اَلْبِرُّ مَااطْمَأَنَّ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ. وَالْإِثْمُ مَاحَاكَ فِي النَّفْسِ وَ تَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ وَأَفْتَوْكَ
“Apakah kamu datang untuk bertanya tentang kebaikan?” Aku menjawab: ”Benar”. Kemudian beliau bersabda: “Mintalah fatwa kepada hatimu. Kebaikan adalah apa saja yang menenangkan hati dan jiwamu. Sedangkan dosa adalah apa yang menyebabkan hati bimbang dan cemas meski banyak orang mengatakan bahwa hal tersebut merupakan kebaikan.” (H.R. Ahmad)

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Ketiga, bergaul dengan masyarakat. Hal ini untuk menguatkan ukhuwah dan agar bisa  saling tolong menolong dalam kebaikan. Demikian juga bila ada kesalahan ada pihak lain yang mengingatkan atau menasehati, agar kita tidak tersesat semakin jauh.

Seringkali terjadi, aliran sesat menjadikan orang yang terasing dari masyarakat dan menyendiri dari kaum Muslimin sebagai sasaran mereka.  Maka untuk menghindarkan diri dari jebakan aliran sesat adalah dengan bergaul bersama masyarakat dan berjama’ah dengan kaum Muslimin. Lebih ideal lagi jika kita mengikuti organisasi resmi dan disahkan (diakui) oleh pemerintah.
Rasulullah mengingatkan bahayanya bila seorang Muslim menyendiri dan tidak mau bergabung dengan jama’ah kaum Musimin :

فَعَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ، فَإِنَّمَا يَأْكُلُ الذِئْبُ مِنَ الْغَنَمِ اْلقَاصِيَةَ
“Hendaklah kalian berjama’ah, karena sesungguhnya serigala itu hanya memakan kambing yang terpisah dari kawanannya.” (HR. Abu Daud).

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Cara yang terakhir, adalah dengan berdoa agar diberikan petunjuk kebenaran dan dijauhkan dari kebathilan. Di antara doa yang diajarkan adalah :

اللهُمَّ أَرِنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ
“Ya Allah, tunjukkanlah kepada kami yang benar itu benar dan berikan kami kekuatan untuk mengikutinya, dan tunjukkanlah kami yang batil itu batil dan berikan kami kekuatan untuk menjauhinya”.

Demikian khutbah pada hari ini, semoga Allah subhanahu wataala melindungi kita dari segala macam ajaran yang menyesatkan, serta menuntun kita menuju jalan-Nya yang benar, Amiin…

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ،  أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمِّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
أَمَّا بَعْدُ؛ عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، فَاتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ،
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيننَا اَلَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَا نَا اَلَّتِي فِيهَا مَعَاشنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا اَلَّتِي إِلَيْهَا مَعَادنَا وَاجْعَلْ اَلْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلْ اَلْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ.  
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ.
رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

 MENDIDIK ANAK DENGAN PENUH CINTA Oleh: Ust. Saiful Bahri Khutbah Pertama الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، مُجِي...

MENDIDIK ANAK DENGAN PENUH CINTA MENDIDIK ANAK DENGAN PENUH CINTA

Khutbah Jumat

Agustus


 MENDIDIK ANAK DENGAN PENUH CINTA
Oleh: Ust. Saiful Bahri

Khutbah Pertama

الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ، رَفِيْعُ الدَّرَجَاتِ، وَهُوَ الَّذِيْ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَعْفُوْ عَنِ السَّيِّئَاتِ، رَافِعُ السَّمَاوَاتِ، وَمُنَزِّلُ اْلآيَاتِ، اِلـهُنَا وَخَالِقُنَا وَرَازِقُنَا وَلَيْسَ لَنَا رَبٌّ سِوَاكَ.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ .وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُواْ مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافاً خَافُواْ عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللّهَ وَلْيَقُولُواْ قَوْلاً سَدِيداً

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Anugerah dan nikmat yang agung dari Allah subhanahu wata’ala bagi  para orangtua adalah berupa kelahiran anak, yang bagi keluarganya akan memberikan kebahagiaan tersendiri. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an:

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاء وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللّهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia memiliki kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (Qs. Ali ‘Imran: 14)

Pada awal ayat ini disebutkan, bahwa umumnya fitrah manusia memiliki kecenderungan mencintai (senang) kepada wanita, anak-anak dan harta benda. Khususnya dorongan untuk memiliki anak  yang akan menjadi penyambung sejarah kehidupannya, kita bisa menyaksikan bagaimana banyak orang yang telah berkeluarga puluhan tahun berjuang untuk mendapatkan anak. Berbagai upaya dilakukan, baik melalui  terapi, berobat kepada dokter dan mengikuti berbagai program kehamilan meskipun harus membayar dengan biaya mahal, semua diperjuangkan demi mendapatkan anak yang akan menjadi penerus keturunannya.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Allah subhanahu wata’ala memberi petunjuk pada kita, bahwa manusia biasanya menempatkan anak setidaknya dalam tiga kedudukan, yaitu sebagai perhiasan, ujian dan penyejuk bagi mata.

Pertama, Anak sebagai perhiasan atau kesenangan hidup  di dunia.
Allah SWT berfirman dalam Surat al Kahfi ayat 46:
 
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَاباً وَخَيْرٌ أَمَلاً
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”

Dalam keseharian kita melihat, seringkali para  orangtua menyebut-nyebut dan membangga-banggakan perkembangan dan prestasi anaknya di hadapan oranglain, apalagi bila sang anak memiliki keistimewaan lebih dibandingkan dengan anak lain.

Kedua, anak sebagai cobaan atau fitnah.
Firman Allah  dalam Al-Quran surat Al Anfal ayat 28:

وَاعْلَمُوْٓا اَنَّمَآ اَمْوَالُكُمْ وَاَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۙوَّاَنَّ اللّٰهَ عِنْدَهٗٓ اَجْرٌ عَظِيْم
    “Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar.”
    
Menurut Profesor Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah menjelaskan, anak sebagai ujian maksudnya adalah: apakah karena keberadaan anak yang dicintainya akan menjadikan seseorang justru melakukan pelanggaran atas aturan Allah? Dan apakah seseorang mampu menunaikan “amanah” yang semestinya diberikan bagi kepentingan anak.

Kehadiran anak menjadi ujian bagi orangtua untuk bisa mejalankan tugasnya dalam merawat dan mencukupi kehidupannya, berupa sandang, pangan, dan papan yang cukup. Demikian pula tugas untuk mendidik dan mengembangkan potensi pada anak,  yang kelak menjadikannya sebagai hamba Allah sekaligus khalifah-Nya di dunia.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Ketiga, anak sebagai penyejuk di mata atau penyenang hati.
Firman Allah ﷻ dalam surat Al Furqan ayat 74:

وَالَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا
“Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”

Seorang hamba Allah akan selalu memohon untuk dapat memiliki pasangan hidup dan keturunan yang baik, agar selalu dapat menjadi penyejuk dalam pandangan mata. Keadaan yang selalu menyenangkan ini sebagai pertanda bahwa keluarga tersebut telah meraih suatu status atau predikat keluarga sakinah, mawaddah warahmah.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Kita diingatkan bahwa masa depan anak sangat dipengaruhi oleh perlakuan atau pengasuhan yang diberikan oleh orangtuanya. Dalam satu hadits disebutkan bawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda :

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ، أَوْ يُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
"Setiap anak dilahirkan di atas fitrah, maka ibu bapaknya yang menjadikan agamanya yahudi atau nasrani atau majusi.” (Muttafaq ‘alaihi)

Sahabat Ali bin Abi Thalib r.a. memberi tips adanya tiga tahapan dalam mendidik anak agar sesuai dengan perkembangannya, yaitu:
Pertama, perlakukan anak bagaikan raja.
Saat kanak-kanak, usia pra-sekolah (umur 0-6 tahun), anak membutuhkan perhatian dan pengorbanan terbesar dari orangtuanya. Ketika umur 0 tahun, sang bayi hanya bisa menangis, tersenyum atau tertawa. Hal itu sebagai pertanda apakah hak-hak kebutuhannya telah dipenuhi atau belum; maka orangtuanya harus memperlakukan sang anak seperti raja. Apa pun kebutuhannya harus dipenuhi, dan hal ini membutuhkan adanya kesadaran, kepekaan dan cinta kasih yang tulus. Para orangtua, khususnya ibu; harus selalu siap berjaga 24 jam setiap hari demi sang bayi melayani kebutuhannya.

    Seiring dengan perkembangan usia dan kemampuan fisik motorik, maka anak mulai beraktivitas, melakukan pengenalan diri dan bereksplorasi terhadap lingkungannya. Tidak ada yang salah pada perilaku sang anak, hanya para orangtua-lah yang harus membimbing dan menjadi contoh bagaimana menjalani hidup sehari-hari. Inilah saatnya orangtua menjadi guru pertama bagi anak-anaknya.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Tahap kedua,  perlakukan anak bagaikan tawanan.
Pada usia anak-anak sekolah 7-12 tahun,  anak sudah saatnya untuk memahami hak dan kewajibannya, baik mengenai akidah, hukum, dan sesuatu yang dilarang dan diperbolehkan. Anak mulai dilatih kedisiplinan dan tanggungjawab. Bagaimana mengatur waktu untuk belajar, beribadah ataupun bermain. Para orantua harus menjukkan seperti apa nilai kebenaran yang harus ditegakkan, dan memberitahukan mana keburukan yang harus dihindari. Ada saatnya mampu menunaikan kebaikan diberi pujian dan hadiah; sementara bila melakukan pelanggaran perlu diberi hukuman yang mendidik.

Tahap ketiga,  perlakukan anak bagaikan sahabat.
Pada umur 13-21 tahun, tahap ini anak memasuki masa remaja, secara umum sudah memasuki aqil baligh. Maksudnya anak telah memiliki kemampuan berpikir logis, abstrak dan bahkan kritis. Berbagai persoalan yang menyangkut kepentingan anak perlu dibicarakan, dan anak diajak berkomunikasi layaknya sahabat. Jangan ada kesan mendikte atau memaksakan kehendak. Orang tua harus mampu memposisikan diri sebagai sahabat agar anak mau terbuka dan bercerita mengenai apa yang diinginkan atau sedang dihadapi untuk kemudian mencari solusi bersama.

Dengan cara ini anak akan merasa disayangi, dihargai, dicintai dan akan tumbuh rasa percaya diri, serta memiliki pribadi yang kuat sehingga mereka senantiasa mampu melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan.
Selanjutnya, orang tua sudah harus mempercayakan tanggung jawab yang lebih berat kepada anak, hal ini penting agar kelak anak akan menjadi pribadi yang cekatan, bertanggung jawab, mandiri dan dapat diandalkan.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Apabila para orangtua tidak memainkan peran dengan benar tahapan tersebut, bisa jadi anak tidak akan menjadi perhiasan atau pun penyejuk dalam pandangan mata, justru dapat menjadi musuh bagi orangtuanya.
Hal ini sebagaimana firman Allah ﷻ dalam surat At Taghabun ayat 14:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوّاً لَّكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِن تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun lagi Maha penyayang.”

Saat ini anak-anak kita sedang mulai memasuki masa pendidikan formal tahun ajaran baru. Kita jangan sepenuhnya berlepas tangan atas proses pendidikan yang sedang berlangsung, hanya karena merasa sudah menyerahkan pendidikan anak pada sekolah pilihan atau favorit. Kewajiban pertama pendidikan berada di tangan para orangtua, tidak sepenuhnya bisa dialihkan atau digantikan oleh pihak lain. Keberadaan sekolah hanyalah membantu, kita para orangtua-lah yang menjadi pengendali utamanya.

Pemberian yang paling baik dari orangtua kepada anak adalah pendidikan akhlak dan adab sebagaimana hadits riwayat At-Tirmidzi :

 عن أَيُّوبَ بْنِ مُوسَى عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مَا نَحَلَ وَالِدٌ وَلَدًا خَيْرًا لَهُ مِنْ أَدَبٍ حَسَنٍ
“Dari Ayyub bin Musa, dari bapaknya, dari kakeknya, Rasulullah saw bersabda, ‘Tiada pemberian orang tua terhadap anaknya yang lebih baik daripada adab yang baik,’” (HR. At-Tirmidzi).
 
Demikian khutbah siang ini semoga menjadi pengingat dan bermanfaat bagi kita semua. Amiin.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبِّلَ الله مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَاالسَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ،  أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمِّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
أَمَّا بَعْدُ؛ عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، فَاتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ،
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ.
اللهُمَّ أَرِنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيننَا اَلَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَا نَا اَلَّتِي فِيهَا مَعَاشنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا اَلَّتِي إِلَيْهَا مَعَادنَا وَاجْعَلْ اَلْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلْ اَلْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ.  
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ .رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

 PANGGULAWENTHAHING ANAK KANTHI ASIH TRESNA Dening: Ust. Saiful Bahri Khutbah I الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ،...

PANGGULAWENTHAHING ANAK KANTHI ASIH TRESNA PANGGULAWENTHAHING ANAK KANTHI ASIH TRESNA

Khutbah Jumat

Agustus


 PANGGULAWENTHAHING ANAK KANTHI ASIH TRESNA
Dening: Ust. Saiful Bahri

Khutbah I

الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ، رَفِيْعُ الدَّرَجَاتِ، وَهُوَ الَّذِيْ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَعْفُوْ عَنِ السَّيِّئَاتِ، رَافِعُ السَّمَاوَاتِ، وَمُنَزِّلُ اْلآيَاتِ، اِلـهُنَا وَخَالِقُنَا وَرَازِقُنَا وَلَيْسَ لَنَا رَبٌّ سِوَاكَ.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
 اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
 يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ .وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُواْ مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافاً خَافُواْ عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللّهَ وَلْيَقُولُواْ قَوْلاً سَدِيداً

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Kanugerahan lan nikmat ingkang agung saking Allah subhanahu wata’ala tumrap para tiyang sepuh inggih kanthi lahiripun putra (anak), ing salebeting kulawarga bakal ndamel raos saklangkung bingah.  Kados firman Allah SWT ing Al-Qur’an:

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاء وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللّهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
“Digawe endah ing (pandulune) manungsa nduwe rasa dhemen marang wanita-wanita, anak-anak, arta bandha saka wujud emas, perak, jaran pilihan, kewan-kewan ternak lan sawah pategalan. Iku kabeh minangka kasenengan urip ing ndonya, lan ing ngersane Allah minangka papan bali kang becik (yaiku suwarga). (Qs. Ali ‘Imran: 14)

Ing awal ayat menika dipun sebat-aken, bilih umumipun fitrah manungsa nggadhahi raos remen (gandrung) dhumateng wanita, anak-anak lan arta bandha; khususipun pepenginan kagem nggadhahi anak  ingkang bakal dados sesambungan sejarah gesangipun, kita saget menangi kados pundi kathah tiyang ingkang sampun palakrama (nikah)  puluhan taun mbudidaya amrih saget nggadhahi putra. Sawernaning kupiya dipun lampahi, menapa kanthi terapi, tetamba dhumateng dokter lan ndherek kathah program kehamilan senadyan kedah mbayar kanthi ragat ingkang awis, sedaya dipun kupiya-aken amrih saget pikantuk momongan ingkang badhe nyambung sejarah gesangipun.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Allah subhanahu wata’ala paring pitedah ing kita, bilih umat manungsa biasanipun mapanaken anak ing kalenggahan werni tiga (3) inggih menika: minangka pepaes, pacoban lan panentrem ing manah.

Sepisan, Anak minangka pepaes utawi karemenan gesang kadonyan.
Allah SWT paring firman ing Surat al Kahfi ayat 46:

الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَاباً وَخَيْرٌ أَمَلاً
“Bandha lan anak-anak minangka pepaes urip kadonyan, nanging amalan-amalan kang langgeng lan saleh iku luwih becik ganjarane ing ngersane Allah pangeranira, luwih becik dadi pengarep-arep.”

Ing padintenan kita saget ningali kathahipun tiyang sepuh ingkang nyebut-nyebut lan mbangga-aken tuwuh ngrembakanipun anak kaliyan prestasinipun ing sangajengipun tiyang sanes, linangkung menawi anak nggadhahi keistimewaan ingkang pinunjul tinimbang lare sanesipun.

Kaping kalih, anak minangka pacoban utawi fitnah.
Firman Allah  ing Al-Quran surat Al Anfal ayat 28:

وَاعْلَمُوْٓا اَنَّمَآ اَمْوَالُكُمْ وَاَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۙوَّاَنَّ اللّٰهَ عِنْدَهٗٓ اَجْرٌ عَظِيْم
    “Lan mangerti-o menawa arta bandhamu lan anak-anakmu iku minangka pacoban lan satemee ing ngersane Allah ana ganjaran kang agung.”
    
Midherek Profesor Quraish Shihab ing tafsir al-Misbah njelasaken, anak minangka pacoba maksudipun inggih: menapa jalaran gadhah anak ingkang dipun tresnani bakal ndadoskaen satunggaling tiyang justru tumindak kumowantun nglanggar paugeranipun Allah? Lan menapa tiyang menika bakal nindak-aken “amanah” ingkang samesthinipun kaparingaken dhumateng anak.
Wontenipun anak minangka ujian (pacoban) tumrap tiyang sepuh kagem nindak-aken tugas kuwajibanipun kanthi lampah ngrumat ln byekapi kabetahaning gesang wujud sandang, pangan, lan papan ingkang cekap. Mekaten ugi kuwajiban kagem nggulawenthah (ndidik) lan nuwuhaken bakat (potensi)  anak,  ingkang mbenjang bakal dados kawulanipun Allah lan sekaligus khalifah-ipun ing ndonya.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Kaping tiga, anak minangka panentrem ing manah, ndamel remen ing pandulu (mripat)
Firman Allah SWT ing surat Al Furqan ayat 74:

وَالَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا
“Lan wong-wong padha matur (ndonga), ‘Dhuh Gusti Allah, mugi paduka paring nugraha ing kawula garwa lan anak turun kawula minangka pepaes ingkang ngremenaken ing peningal, lan kadadosna kawula minangka pemimpin tumrap tiyang-tiyang ingkang takwa’,”
 
Kawulanipun Allah bakal tansah nyuwun amrih saget nggadhahi jodho (garwa) lan putra wayah ingkang sae, amrih tansah saget ndamel remen, bingah lan tentrem ing manah. Kahanan ingkang tansah ngremenaken mekaten dados pertandha bilih kulawarga mekaten sampun nggayuh sebatan utawi predikat kulawarga sakinah, mawaddah warahmah.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Kita dipun emutaken bilih ‘masa depan’ anak saestu dipun pengaruhi dening panggulawenthahing tiyang sepuhipun. Ing saweneh hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  paring sabda :

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ، أَوْ يُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
"Saben anak dilahir-ake ing kahanan fitrah, mangka ibu bapake kang ndadek-ake agamane yahudi utawa nasrani utawa majusi.” (Muttafaq ‘alaihi)

Sahabat Ali bin Abi Thalib r.a. paring piwucal wontenipun tiga tataran kagem nggulawenthah putra ingkang selaras kaliyan tuwuhipun anak, inggih  menika:

Sepisan, anak dipun anggep kadosdene raja.
Nalika kanak-kanak, usia pra-sekolah (umur 0-6 tahun), anak mbetahaken kawigatosan lan pangorbanan paling ageng saking tiyang sepuhipun. Nalika umur 0 taun,  si-bayi namung saget nangis, mesem utawi ngguyu. Ingkang mekaten minangka pertandha bilih hak-hak kabetahanipun sampun dipun cekapi utawi dereng; pramila tiyang sepuh kedah ndadosaken anak minangka raja. Menapa kemawon kabetahanipun kedah dipun cekapi, lan menika tiyang sepih kedah tansah nglenggana, tanggap ing sasmita lan raos welas asih ingkang tulus. Para tiyang sepuh , khususipun ibu; kedah tansah siap siapa 24 jam saben dintenipun namung kangge nyekapi betahipun si-bayi.

    Selaras kaliyan tambahing umur lan ketrampilan fisik motorik, pramila anak wiwit obah lan jumangkah kangge mangertos kanan kiring  lingkunganipun. Tumindakipun lare mboten wonten ingkang lepat, namung tiyang sepuhipun piyambak ingkang kedah nenuntun lan paring patuladhan kados pundi nglampahi gesang padintenan. Ingkang mekaten menika wekdalipun tiyang sepuh minangka guru sepisanan tumrap putra-putranipun.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Kapaing kalih,  anak dipun anggep kados tahanan.
Ing usia anak-anak sekolah 7-12 taun,  anak sampun wancinipun mangertos ing hak lan kuwajibanipun, menapa ing bab akidah, hukum lan perkawis ingkang dipun larang utawi dipun keparengaken. Anak wiwit dipun latih “kedisiplinan lan tanggungjawab.” kados pundi ngatur wekdal kagem sinau, ngibadah lan dolan. Para tiyang sepuh kedah paring pitedah kados menapa setunggaling bebener kedah dipun jejeg-aken, lan paring priksa pundi perkawis awon ingkang kedah dipun singkiri. Nalika setunggaling wekdal saget tumindak kesaenan perlu dipun alembana lan diparingi hadiah, dene yen tumindak lepat jalaran nglanggar aturan, perlu dipun paringi paukuman ingkang ndidik.

Kaping tiga,  anak dipun anggep kadosdene sahabat.
Nalika umur 13-21 taun, anak  mlebet masa remaja, sacara umum sampun aqil baligh. Maksudipun  anak sampun saget menggalih kanthi leres (logis), abstrak lan ugi kritis. Sawernaning perkawis ingkang magepokan ing kepentingan anak perlu dipun rembag, lan anak dipun ajak ngendikan (dialog) kados dene umumipun kanca (sahabat). sampun ngantos wonten raos dipun atur utawi pepeninganipun dipun peksa. Tiyang sepuh kedah saget mapanaken dhiri kadosdene kaca (sahabat) amrih si-anak purun blaka (jujur) lan purun crita ing perkawis ingkang dipun pingini utawi nembe dipun alami, hingga salajengipun sesarengan dipun udhari.

Kanthi cara mekaten si-anak bakal rumaos dipun tresnani, dipun anggep (ajeni) lan bakal tuwuh raos kapitadosan ing dhiri pribadi, sarta nggadhahi mental kajiwan ingkang kiyat sahingga mangke bakal mampu tumindak kesaenan lan nyingkiri tumindak awon.
Salajengipun, tiyang sepuh kedah wantun masrahaken tanggel jawab ingkang langkung awrat tumrap anak, ingkang  menika sanget penting amrih ing tembe anak bakal dados pribadi ingkang prigel, tanggel jawab, mandiri lan saget dipun piandel.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Menawi para tiyang sepuh mboten nindak-aken tugas ingkang mekaten kanthi leres, pramila saget “salah kedaden”. Anak mboten  minangka pepaes lan ndamel tentrem utawi bingah ing manah, namung malah dados mengsah tumrap tiyang sepuh.
Bab menika kados firman Allah ﷻ ing surat At Taghabun ayat 14:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوّاً لَّكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِن تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“hei wong kang padha iman ! Satemene ing antarane bojo lan anak-anak-ira ono kang dadi mungsuh tumrap sira, mangka prayoga sira padha ngati-ati marang dheweke; lan menawa sira apura, lan sira rumat, mangka satemene Allah Maha Paring ngapura lan Maha welas asih.”

Saat menika anak-anak kita nembe mlebet lan miwiti masa pendidikan formal taun ajaran baru. Kita sampun ngantos nglepas tanggel jawab sahingga mbten cawe-cawe dhumateng lampahing pendidikan, namung jalaran sampun rumaos pasrah dhumateng pihak sekolah ingkang dipun anggep pilihan utawi favorit. Kuwajiban sepisanan bab panggulawenthahing anak menika dumungung ing astanipun tiyang sepuh, mboten saget dipun alihaken utawi dipun gentosi pihak sanes. Sekolah namung mbiyantu, dene kita meinangka tiyang sepuh ingkang ngatur kendali pokok-ipun.

Peparing ingkang paling sae saking tiyang sepuh tumrap anak inggih menika pendidikan akhlak lan adab, kadosdene hadis riwayat At-Tirmidzi :

 عن أَيُّوبَ بْنِ مُوسَى عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مَا نَحَلَ وَالِدٌ وَلَدًا خَيْرًا لَهُ مِنْ أَدَبٍ حَسَنٍ
Sangka Ayyub bin Musa, sangka bapakne, sangka simbahe, Rasulullah saw paring sabda, ‘Ora ono peparinge wong tuwa tumrap anake kang luwih becik tinimbang pendidikan adab kang becik,’” (HR. At-Tirmidzi).

Mekaten atur khutbah ing siang menika mugi-mugi saget dados pemut lan manfaat kagem kita sedaya. Amiin.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبِّلَ الله مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَاالسَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.

Khutbah II

الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ،  أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمِّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
أَمَّا بَعْدُ؛ عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، فَاتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ،
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ.
اللهُمَّ أَرِنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيننَا اَلَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَا نَا اَلَّتِي فِيهَا مَعَاشنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا اَلَّتِي إِلَيْهَا مَعَادنَا وَاجْعَلْ اَلْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلْ اَلْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ.  
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ .رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

 HARGAILAH WAKTUMU Oleh: Ust Slamet Abdurrahman Khutbah Pertama أَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ ل...

HARGAILAH WAKTUMU HARGAILAH WAKTUMU

Khutbah Jumat

Agustus


 HARGAILAH WAKTUMU
Oleh: Ust Slamet Abdurrahman

Khutbah Pertama

أَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَاناً مَّعَ إِيمَانِهِمْ وَلِلَّهِ جُنُودُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيماً حَكِيماً
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ، اِتَّقُوْا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ،
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ.  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Waktu terasa sangat cepat berlalu, dan saat ini kita telah berada di tahun 1445 H. Islam mengajarkan agar kita benar-benar menghargai waktu. Dalam surat Al-‘Asher, sebagai salah surat yang sangat populer, Allah SWT berfirman:

وَالْعَصْرِ ﴿١﴾ إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ ﴿٢﴾ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ﴿٣﴾
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian; kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Qs. Al ‘Ashr: 1-3)

    Mengapa kita bisa merugi? Sebab hidup yang kita alami tidak hanya satu kali dan hanya di sini, di dunia ini. Setelah kehidupan di dunia ini, manusia akan dibangkitkan dan hidup kembali untuk mempertanggungjawabkan seluruh perbuatannya saat hidup di dunia. Segala urusan akan diselesaikan dengan sempurna !

    Allah SWT mengingatkan dalam firman-Nya:

وَاتَّقُواْ يَوْماً تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللّهِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لاَ يُظْلَمُونَ
“Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).” (Qs. Al Baqarah: 281)

Dengan keimanan adanya hari kebangkitan itu, kita harus melakukan perbuatan kebaikan (amal shaleh) sesuai dengan kehendak sang Khaliq sebagaimana telah dibawakan oleh Rasulullah Muhammad SAW.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Dalam hadits Abu Bakrah r.a., Rasulullah SAW bersabda:

خَيْرُ النَّاسِ مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ، وَشَرُّ النَّاسِ مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ
“Sebaik-baik manusia adalah yang panjang umurnya dan baik amalannya. Dan sejelek-jelek manusia adalah orang yang panjang umurnya dan jelek amalannya.” (HR. Ahmad, at-Tirmidzi dan al-Hakim)

Ingat waktu dan kesempatan kita semua sangat terbatas, mungkin tidak akan datang lagi kesempatan yang sama di lain waktu. Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Al-Fawaid berkata:

اِضَاعَةُ الوَقْتِ اَشَدُّ مِنَ الموْتِ لِاَنَّ اِضَاعَةَ الوَقْتِ تَقْطَعُكَ عَنِ اللهِ وَالدَّارِ الآخِرَةِ وَالموْتِ يَقْطَعُكَ عَنِ الدُّنْيَا وَاَهْلِهَا
“Menyia-nyiakan waktu itu lebih parah dari kematian. Karena menyia-nyiakan waktu memutuskanmu dari (mengingat) Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian hanya memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.”

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,,
Banyak orang sangat ingin hidup lama di dunia, hal ini terungkap dalam nyanyian ulang tahun agar diberi panjang umur.  Bahkan Al-Qur’an mengabarkan, bahwa ketika nyawa seseorang telah dicabut, dia sangat ingin kembali dihidupkan di dunia supaya bisa beramal shaleh. Allah Ta’ala berfirman,

حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ
“Hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia). Agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan” (QS. Al Mu’minun: 99-100).

    Islam mengajarkan, agar kita jangan hanya menunggu waktu, santai atau malah bermalasan. Namun beramal-lah demi persiapan bekal untuk akhirat. Ibnu ‘Umar pernah berkata,

إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ
“Jika engkau berada di sore hari, maka janganlah menunggu waktu pagi. Jika engkau berada di waktu pagi, janganlah menunggu sore. Isilah waktu sehatmu sebelum datang sakitmu, dan isilah masa hidupmu sebelum datang matimu.” (HR. Bukhari )

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Ada sebuah hadis Rasulullah saw sebagai cambuk untuk mengingatkan kita agar kita pandai memanfaatkan berbagai nikmat karunia Allah SWT. Dari Ibnu ‘Abbas r.a., Rasulullah SAW bersabda:
اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَ صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَ غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ وَ حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
“Pergunakanlah lima perkara sebelum datangnya lima perkara: (1) Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, (2) Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, (3) Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, (4) Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, (5) Hidupmu sebelum datang matimu.” (HR. Al Hakim, Hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari Muslim).

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Imam Syafi’i rahimahullah mengingatkan pentignya waktu dengan ungkapan:

“ الْوَقْتُ كَالسَيْفِ اِنْ لَمْ تَقْطَعهُ قَطَعَكَ "
“Waktu ibarat pedang. Apabila kamu tidak menggunakannya untuk memotong, maka dia akan memotong kamu”.

Bila orang Barat memiliki pepatah “time is money”. Orang beriman memaknai waktu sebagai kesempatan untuk beramal kebaikan yang akan memberi arti atau makna hidup kita. Maka bagi kita, waktu adalah kehidupan ( الوقت هو الحياة )

Implikasi dari kesadaran diri ini akan menggerakkan setiap orang untuk berbuat yang terbaik, dan meninggalkan hal yang tidak berguna. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yaitu:

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ المَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ
“Bagusnya Islam seseorang adalah ia meninggalkan segala sesuatu yang tidak bermanfaat baginya." (HR. Tirmidzi)

    Setiap waktu akan diisi dengan amal yang akan membuahkan kebaikan, sehingga mendatangkan ridho dari Allah SWT. Al-Qur’an  mengajarkan bagaimana kita mengisi dan memaknai hidup ini:

قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿١٦٢﴾
“Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam,” (Qs. Al An’am: 162)

Dari semangat inilah kita semua dipacu untuk bisa berlomba-lomba dalam kebaikan amal shaleh. Segala hal yang akan membawa kemanfaatan.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Bertambahnya umur, berarti kita masih diberi kesempatan untuk melakukan kebaikan. Maka kita harus menjalani hidup ini dengan penuh semangat, sebab hal ini menjadi ladang amal bagi kita. Dalam satu hadits Rasulullah SAW bersabda,

 احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ
“Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, janganlah engkau lemah.” (HR. Muslim)

    Demikian khutbah siang ini semoga bermanfaat bagi kita dalam memasuki tahun baru 1445 H. Amiin.

بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ

Khutbah Kedua

اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ، وَاْلعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ، وَلاَ عُدْوَانَ إِلَّا عَلىَ الظَّالِمِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، الملِكُ اْلحَقُّ اْلُمبِيْنُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اْلَمبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالمِيْنَ.
فَيَاأَيُّهاَالْإِخْوَانُ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَايَ بِتَقْوَى اللهِ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا .اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ،
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيننَا اَلَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَا نَا اَلَّتِي فِيهَا مَعَاشنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا اَلَّتِي إِلَيْهَا مَعَادنَا وَاجْعَلْ اَلْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلْ اَلْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ.  
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ.
رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

  MAKNANI AJINING WEKTU Dening : Ust Slamet Abdurrahman Khutbah I أَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ...

MAKNANI AJINING WEKTU MAKNANI AJINING WEKTU

Khutbah Jumat

Agustus

 


MAKNANI AJINING WEKTU
Dening : Ust Slamet Abdurrahman

Khutbah I

أَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَاناً مَّعَ إِيمَانِهِمْ وَلِلَّهِ جُنُودُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيماً حَكِيماً
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ، اِتَّقُوْا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ،
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Wekdal menika saestu cepet lumampah, lan saat menika kita sampun lumebet ing taun  1445 H. Islam paring piwucal amrih kita saestu anggenipun ngajeni wekdal. Ing Al Qur’an surat Al-‘Asher, miangka saweneh surat ingkang populer, Allah SWT paring firman:

وَالْعَصْرِ ﴿١﴾ إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ ﴿٢﴾ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ﴿٣﴾
“Demi wektu. Satemene umat manunsa yekti padha nandhang karugen; kejaba wong kang padha iman lan nindak-ake amal shaleh lan ling-kinelingan supaya netepi ing bebener, lan ling-kinelingan netepi laku shabar.” (Qs. Al ‘Asher: 1-3)

Kenging menapa kita saget nandhang rugi? Jalaran gesang ingkang kita lampahi menika mboten namung kaping pisan lan namung ing ngalam ndoya menika. Sasampunipun gesang ing ndonya menika, umat manungsa bakal dipun bangkitaken lan gesang malih asperlu dipun pundhuti tanggeljawab ing sedaya amal tumindakipun nalika gesang ing ndonya. Sedaya perkawis bakal dipun rampungi kanthi sampurna !

    Allah SWT paring pemut ing firman-ipun:
وَاتَّقُواْ يَوْماً تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللّهِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لاَ يُظْلَمُونَ
“Lan padha jaganen awakmu saka anane azab kang dumadi ing dina (kiamat) kang ing wektu iku sira kabeh pada dibalek-ake marang panguwasane Allah. Banjur saben-saben kawula diparingi piwales kanthi sampurna awit amal kang wis padha katindak-ake, dene dheweke babar pisan ora padha dianiaya (dirugek-ake).” (Qs. Al Baqarah: 281)

Kanthi lambaran iman wontenipun dinten kiamat menika, kita kedah nindak-aken amal shaleh ingkang selaras kaliyan kersanipun Allah, minangka khlaiq; kados dene ingkang dipun asta dening  Rasulullah Muhammad SAW.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Ing hadits Abu Bakrah r.a., Rasulullah SAW paring sabda:
خَيْرُ النَّاسِ مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ، وَشَرُّ النَّاسِ مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ
“Sabecik-becike manungsa yaiku kang dawa umur lan becik amal tumindake. Lan sa-olo-olone manungsa yaiku kang dawa umure lan olo amal tumindake.” (HR. Ahmad, at-Tirmidzi lan al-Hakim)

Kita kedah tansah emut bilih wekdal lan kesempatan kita menika saestu winates, mbokmenawi mboten bakal dhateng malih manggihi ing kita wekdal sanesipun.  

Ibnul Qayyim rahimahullah ngendika :
اِضَاعَةُ الوَقْتِ اَشَدُّ مِنَ الموْتِ لِاَنَّ اِضَاعَةَ الوَقْتِ تَقْطَعُكَ عَنِ اللهِ وَالدَّارِ الآخِرَةِ وَالموْتِ يَقْطَعُكَ عَنِ الدُّنْيَا وَاَهْلِهَا
“Nglirwa-ake ing wektu iku luwih olo tinimbang pepati. Jalaran, nglirwa-ake wektu iku bakal medhot-ake saka eling marang ngersane  Allah lan alam akhirat. Dene pepati mung medhot ing sira kelawan donya lan penduduke.”

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Kathah tiyang ingkang saestu kepengin gesang dangu ing ngalam ndonya, ingkang menika ketingal ing saben wonten lagu ulang taun amrih diparingi panjang umur.  Malah Al-Qur’an njlentrehaken, bilih nalika nyawa satunggaling tiyang dipun cabut, piyambakipun  saestu kepingin wangsul dipun gesang-aken ing ngalam ndonya malih,  supados saget nindakaken amal shaleh.

Allah Ta’ala parig firman,
حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ
“Hingga nalika teka pepati marang sawijining pawongan, dheweke matur: “Dhuh gusti Allah, mugi saget-o kawula dipun wangsulaken (gesang ing ndoya), amrih kula saget tumindak amal shaleh ingkang sampun kula tilaraken. Babar pisan ora bisa! Satemene  iku mung dadi ucapan kang dikandha-ake wae. Lan ing sangarepe wong-wong mau ono tembok kang mbatesi nganti tekane dina kiamat.” (QS. Al Mu’minun: 99-100).

    Islam paring pitedah, amrih kita mboten namung nengga wekdal, tumindak santai (nglaras), kepara malah wegah-wegahan ngamal shaleh. Nanging kita supados sami ngamal kanthi saestu grengseng kagem sangu utawi cecawis ngadhepi gesang ing akhirat. Ibnu ‘Umar ngendika:

إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ
“Menawa kowe ono ing wektu sore, ojo nunggu tekane wektu esuk. Menawa kowe ono ing wektru esuk, ojo nunggu wektu sore. Pigunakno wektu sehatmu sadurunge katekanan ing laramu, lan pigunakno wektu uripmu sadurunge katekanan patimu.” (HR. Bukhari )

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Wonten saweneh hadis Rasulullah saw minangka ‘pecut’ kagem ngemutaken kita sedaya amrih sami pinter-pinter mendhet manfaat saking sedaya nikmat peparingipun Allah SWT. Saking sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah saw  paring pangendikan:

اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَ صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَ غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ وَ حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
“Pigunak-no perkara lima sadurunge katekan perkara lima: (1) Wektu enom-mu sadurunge katekan wektu tuwo, (2) Wektu sehatmu sadurunge katekan lara, (3) wektu sugihmu sadurunge katekan miskin, (4) wektu longgarmu adurunge katekan rupeg, (5) wektu uripmu sadurunge katekan ing pati.” (HR. Al Hakim ing kita Al Mustadrok,  jilid 4: 341, Hadits menika shahih, midherek syarat Bukhari Muslim).

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Imam Syafi’i rahimahullah ngemutaken ing bab pentingipun wekdal kanthi tetembungan mekaten :

“ الْوَقْتُ كَالسَيْفِ اِنْ لَمْ تَقْطَعهُ قَطَعَكَ "
“Wektu ibarat pedang. Menawa sira ora ngguna-ake kanggo ‘mapras’, mangka sira bakal ‘kepapras’  dening wektu.”

Menawi tiyang Barat gadhah unen-unen “time is money” (wektu iku minangka dhuwit). Tiyang iman maknani wekdal minangka kesempatan kagem tumindak amal kabecikan ingkang bakal ndadosaken gesang menika nggayuh aji lan maknaning gesang. Pramila tumrap kita tiyang Islam, wekdal minangka jati dhiri amal gesang kita ( الوقت هو الحياة )

Tumusipun saking raos emut ing bab mekaten, bakal njurung ing kita kepengin tansah tumindak ing kesaenan, lan nilaraken sawernaning perkawis ingkang mboten piguna. Ingkang mekaten kados dhawuh sabdanipun  Rasulullah SAW :

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ المَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ
“Becike Islam sawijining wong yaiku dheweke ninggalake sakabehing perkara kang ora ono pigunane tumrap awake dhewe" (HR. Tirmidzi)

    Saben wekdalipun bakal dipun isi kanthi amal ingkang badhe ngasilaken kesaenan, sahingga nuwuhaken ridho saking Allah SWT. Al-Qur’an  paring piwucal kados pundi amrih kita sami ngisi wekdal lan maknani gesang menika :

قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿١٦٢﴾
“Maturo: ""Saestunipun shalat kawula, ibadah kawula, gesang kawula lan pejah kawula namung kagem (pados ridhanipun) Allah, sesembahaning sedaya alam,” (Qs. Al An’am: 162)

Saking tekad ingkang kados mekaten menika kita sedaya dipun jurung sami gegancangan “lomba” anggenipun ngamal shaleh. Inggih tumindak menapa kemawon ingkang mbekta manfaat (migunani).

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Tambahing umur, tegesipun kita taksih pinaringan kesempatan kagem tumindak kabecikan. Pramila kita kedah nglampahi gesang menika kanthi kebak raos grengseng (semangat), jalaran menika minangka “sawah pategalan” kita kagem nenandur ing amal kesaenan. Ing saweneh hadits Rasulullah SAW paring sabda,

 احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ
“Prayoga sira padha grengseng marang sawernaning perkara kang migunani tumrap sira. Padha nyuwuno pitulung marang Allah, lan sira ojo padha nduweni sipat ringkih (wegah).” (HR. Muslim)

    Mekaten atur khutbah ing siang menika, mugi manfaat tumrap kita sedaya anggenipun lumebet ngawiti taun enggal 1445 H. Amiin.

بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ، وَاْلعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ، وَلاَ عُدْوَانَ إِلَّا عَلىَ الظَّالِمِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، الملِكُ اْلحَقُّ اْلُمبِيْنُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اْلَمبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالمِيْنَ.
فَيَاأَيُّهاَالْإِخْوَانُ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَايَ بِتَقْوَى اللهِ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا .اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ،
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيننَا اَلَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَا نَا اَلَّتِي فِيهَا مَعَاشنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا اَلَّتِي إِلَيْهَا مَعَادنَا وَاجْعَلْ اَلْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلْ اَلْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ.  
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ.
رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ :إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ