REALISASI HIJRAH
Oleh: Ust Ahmad Faisal
اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْن، وَالعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ، وَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِيْنَ،
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
فَيَا اَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ، اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَاتَمُوْتُنَّ اِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
قَالَ الله تَعَالَى أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
إِنَّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللهِ أُولَئِكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَةَ اللهِ وَاللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Kehidupan ini terus berubah, bergerak menuju kemajuan, dan hal ini merupakan sunnatullah. Kita menyaksikan bagaimana peradaban manusia sangat cepat berubah, dari kehidupan tradisional agraris, menjadi modern industri dan sekarang ini memasuki zaman informasi digital. Berbagai keperluan manusia bisa diselesaikan dengan sangat cepat !
Hal ini bisa kita perbandingkan dalam berbagai aspek, mulai dari sarana transportasi dan komunikasi, jenis mata pencaharian, budaya dan gaya hidup masyarakat. Berbagai inovasi teknologi mampu menghasilkan fasilitas dan sarana yang semakin memanjakan hidup manusia.
Namun begitu, nilai hidup manusia bukan sekedar dilihat dari aspek lahiriah semata, dengan memperkaya diri, bergelimang dengan berbagai sarana kemewahan hidup; melainkan bagaimana meningkatkan harkat dan martabat menjadi manusia yang mulia serta keberadaannya berguna bagi sesama. Dan dalam Islam, nilai kemuliaan itu diukur dari kadar ketakwaan, bukan banyaknya harta kekayaan, tingginya jabatan ataupun banyaknya pengikut.
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Qs. Al Hujurat: 13)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Islam mengajarkan agar hidup ini terus diperbarui, dan jangan menyerah dengan keadaan. Kita harus memiliki kesadaran diri untuk melakukan perbaikan diri (islahun nafs). Allah SWT mengingatkan bahwa nasib hidup setiap orang tidak akan mengalami perubahan hingga diri sendirinya yang melakukan perubahan. Hal ini sebagaimana firman-Nya:
إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللّهُ بِقَوْمٍ سُوءاً فَلاَ مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُم مِّن دُونِهِ مِن وَالٍ ﴿١١﴾
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS Ra’du: 11)
Perbaikan dalam diri yang dimaksud adalah pola pikir, cara pandang atau mindset ! Sebab semua bentuk perilaku dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan ini digerakkan oleh apa yang ada dalam pikiran manusia yang kemudian akan membentuk keinginan dan perbuatan atau perilaku nyata.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Sayidina Ali bin Abi Thalib r.a. berkata:
مَنۡ كَانَ يَوۡمُهُ خَيۡرًا مِنۡ اَمۡسِهِ فَهُوَ رَابِحُ. وَمَنۡ كَانَ يَوۡمُهُ مثل اَمۡسه فهو مَغۡبُون. ومَن كان يومه شَرًّا مِنۡ امسه فهو مَلۡعُون
“Barangsiapa yang harinya sekarang lebih baik daripada kemarin maka dia termasuk orang yang beruntung. Barangsiapa yang harinya sama dengan kemarin maka dia adalah orang yang merugi. Barangsiapa yang harinya sekarang lebih jelek daripada harinya kemarin maka dia terlaknat.” (Sayidina Ali bin Abi Thalib r.a.)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Semangat perbaikan diri semacam ini sangat relevan untuk dibangun dalam mengawali tahun baru hijriyah saat ini, yaitu agar kita hijrah (berpindah) dari suatu kondisi masa lalu yang buruk menuju masa depan yang penuh kebaikan dan harapan.
Kita perlu belajar dari sejarah perjalanan dakwah Rasulullah SAW dan para sahabat ketika melakukan hijrah, bukan karena semata-mata alasan mencari kehidupan duniawi. Tetapi mereka berhijrah karena dimusuhi dan diancam keselamatan jiwanya, hanya karena mengajak umat manusia untuk beriman dan menjalani hidup sesuai dengan syariat Allah. Mereka harus meninggalkan tanah air, kota kelahiran yang dicintainya, yaitu Mekkah; hijrah menuju ke Yatsrib.
Suasana yang dijumpai saat hijrah justru sangat luar biasa. Ketika di Mekkah beliau dimusuhi dan diancam orang kafir, tetapi saat tiba di Yatsrib justru disambut dengan sangat antusias oleh penduduknya, dan memperoleh kedudukan yang terhormat; syiar Islam berkembang dengan sangat pesat. Hal semacam ini pastilah akan membuat orang kafir terkejut; sebab terusirnya Nabi beserta para sahabat dari kampung halaman bukan menjadikan mereka sengsara atau habis riwayatnya, namun justru menjadi ‘wasilah’ mereka memperoleh tempat berpijak yang lebih luas dan kuat.
Hal semacam ini menjadi pembuktian dari jaminan yang dinyatakan oleh Allah bagi orang-orang yang berhijrah:
وَمَن يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللّهِ يَجِدْ فِي الأَرْضِ مُرَاغَماً كَثِيراً وَسَعَةً
“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rizki yang banyak….” (Qs An-Nisa’: 100)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Hijrah bukan semata-mata perpindahan secara fisik, dari tempat satu menuju tempat lainnya; tetapi perpindahan dari suatu keadaan menuju keadaan lainnya (yang lebih baik). Hijrah dalam pengertian maknawiyah didasarkan pada sebuah hadits Nabi SAW yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar:
المُسْلِمُ مَن سَلِمَ المُسْلِمُونَ مِن لِسَانِهِ ويَدِهِ، والمُهَاجِرُ مَن هَجَرَ ما نَهَى اللَّهُ عنْه
"Seorang muslim ialah orang yang menyelamatkan muslim lainnya dari lidah dan tangannya. Dan orang yang berhijrah ialah orang yang meninggalkan segala yang dilarang Allah darinya." (HR Bukhari)
Dari hadits tersebut bisa diketahui bahwa hijrah bermakna menjadi orang dengan kepribadian yang lebih baik dengan menjauhkan apa yang dilarang Allah SWT.
Allah juga memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk berhijrah dengan menjauhkan diri dari hal-hal buruk.
وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ
”Segala (perbuatan) yang keji, tinggalkanlah!” (Qs. Al-Muddatstsir : 5)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Hijrah secara mental spiritual (maknawiyah) memiliki cakupan yang luas, yaitu melakukan tindakan sesuai kehendak Allah SWT. Hal ini bisa berupa menjauhkan diri dari kebiasaan tercela lalu beralih kepada terpuji, dari perilaku syirik menuju tauhid, meninggalkan kekufuran menuju iman, menghindari maksiat untuk menuju ketaatan, dan perilaku lainnya yang maslahat.
Perilaku Hijrah baru akan memberikan dampak apabila dilakukan dengan penuh totalitas, meliputi empat dimensi, yaitu:
1️⃣ I’tiqadiyah (keyakinan; merupakan ideologi tauhidiyah seorang muslim. Iman yang bersih dari kesyirikan dan ibadah hanya semata-mata ikhlas karena Allah swt. Tanpa dicampuri dengan unsur takhayul, khurafat, bid’ah dan keyakinan warisan nenek moyang yang tidak logis ataupun ada dasar hukumnya
2️⃣ Fikriyah ( pemikiran); yakni pemikiran yang dilandasi wahyu atau dalil yang shahih, bukan cara berfikir liberal yang memakai kekuatan akal fikiran yang membabibuta. Tujuannya untuk menemukan kebenaran hakiki sebagai pedoman hidup yang lurus.
3️⃣ Syu’uriyah (perasaan); hati yang diisi dengan cita-cita mulia yang muaranya pada terciptanya kebahagiaan hati dan ketenangan jiwa. Bukan sekedar mencari kesenangan jangka pendek, selera murahan yang hina untuk memuaskan hawa nafsu.
4️⃣ Sulukiyah, yaitu perilaku Islami berdasar syariat sebagai penghias diri dalam bertingkah laku sepanjang waktu.
Semua ini baru akan memberikan pengaruh dan dirasakan hasilnya bila benar-benar ditempuh dalam bentuk tindakan nyata, meskipun dari perkara yang kecil atau sederhana.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Demikianlah kesatuan dimensi hijrah yang perlu dipenuhi dan tetap dalam upaya meraih ridho Allah; sebab kehilangan salah satunya dapat menjadi penghalang turunnya rahmat Allah bagi kita semua.
إِنَّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللهِ أُولَئِكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَةَ اللهِ وَاللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang” (Qs. Al Baqarah ayat : 218)
Demikian khutbah siang ini semoga bermanfaat. Amiin
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمِّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
أَمَّا بَعْدُ؛ عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، فَاتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ،
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى.
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيننَا اَلَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَا نَا اَلَّتِي فِيهَا مَعَاشنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا اَلَّتِي إِلَيْهَا مَعَادنَا وَاجْعَلْ اَلْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلْ اَلْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ.
رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
0 Comments: